BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sejak zaman pra sejarah, penduduk
kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi
lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan
antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah
yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana
menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan
India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di
Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing.
Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M
sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan
Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula
para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan
menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama
Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan
kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif
ke seluruh wilayah Indonesia.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan tentang bagaimana Islam datang
ke indonesia
2. Menjelaskan tentang peniggalan kerajaan-kerajaan
di indonesia
3. Faktor
Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia
4. Metode-Metode
Masuknya Islam Di Indonesia
5. Beberapa
Teori Masuknya Islam ke Indonesia
1.3
TUJUAN
1. Untuk mengingat kembali tentang
bagaimana Islam masuk keindonesia
2. Supaya kita bisa mengetahui
peninggalan-peninggalan kerajaan islam di indonesia
3. Untuk mengetahui berbagai macam
peninggalan masuknya agama islam diindonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
1.
Jalur
Penyebaran Agama Islam
Masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesia terjadi secara damai. Kemudian para ahli
menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari segi peta perjalanannya,
melalui dua jalur, yaitu :
1. Jalur Utara
Arab
Damaskus Baghdad Gujarat Srilangka Indonesia.
2. Jalur Selatan
Arab
Yaman (Hadralmaut) Srilangka Indonesia
mula-mula
daerah masuk Islam pertama kali adalah Samudra Pasai (Aceh Utara) dan Pantai
Barat Pulau Sumatra yang selanjutnya menyebar ke berbagai daerah, yaitu :
1. Pariaman di Sumatra Barat,
pembawanya adalah Syekh Burhanuddin seorang melayu.
2.
Gresik
dan Tuban, pembawanya adalah Maulana Malik Ibrahim pedagang bangsa Hadralmaut.
3.
Demak,
pembawanya adalah Raden Fattah dan pendirinya adalah para walisongo.
4.
Cirebon,
penyebar dan pendirinya adalah Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
5.
Palembang,
penyebarnya adalah Raden Rahmat.
6.
Banjar,
pembawanya adalah mubaligh dari Johor Malaysia.
7.
Makassar,
pembawanya adalah Datuk Ri Bandang.
8.
Ternate,
Tidore, Bacan, dan Jailolo di Maluku Utara. Penyebarnya adalah Syekh Mansur
dari Arab dan Maulana Husein dari Gresik.
9.
Sorong
di Irian Jaya, penyebarnya adalah mubaligh-mubaligh dari daerah-daerah yang
telah masuk Islam.
B.
Beberapa
Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Proses masuknya agama
Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal,
melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan,
teoriteori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:
1.
Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia
adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama
Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul
Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan
Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang
disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di
Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan
bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.
Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah
sumber local Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan
orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh
motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur
perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh
masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori
Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka
penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis
Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan
negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan
tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama.
Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari
orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.
Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum
pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi
biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan
kumpulan atau perguruan tarekat.
2.
Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini
terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang
menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana
pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah
bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang
menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab
langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke
dunia timur, termasuk Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan
disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje.
Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua
India. Orangorang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan
Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan
orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini
kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid”
atau “syarif ” di di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912)
yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang
wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu
nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di
Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di
Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut
diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang
Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah
kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia
c. Teori Persia
Teori Persia
mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah
Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein
Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya,
Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang
berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain:
tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas
kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda)
diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.
Tradisi lain adalah
ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari
Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya
mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai
bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas
politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan
teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan
yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa
umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di
Iran.
d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan
bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari
para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia
jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina
atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak
dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di
mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus
Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di
daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah
terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa
sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima.
Bahkan menurut
sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni
Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan
berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).
Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja
Demak beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek
Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti
“Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah
wilayah di utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya
adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh
komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting
sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan
Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.
Semua teori di atas
masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan
dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi
Azra, sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas;
artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam
waktu yang bersamaan.
C.
Metode-Metode
Masuknya Islam Di Indonesia
Sebagaimana yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya islam masuk di Indonesia dibawa oleh pedagang asing yang
singgah di Indonesia sehingga bisa disimpulkan masuknya islam di Indonesia
dilakukan dengan cara damai atau tanpa ada penumpahan darah.
Menurut uka tjandrasasmita masuknya islam di Indonesia dilakukan enam
saluran yaitu:
1.
Saluran
perdagangan
Masuknya pedagang-pedagang asing
dikepulauan Indonesia seperti arab. Cina, Persia dan India merupakan awal mula
masuknya islam di Indonesia yaitu bermula dari bermukimnya para pedagang asing
di pesisir jawa yang penduduknya masih kafir. Hingga akhirnya mereka mampu
mendirikan masjid-masjid dan pemukiman-pemukiman muslim.
2. Saluran perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki
status sosial lebih baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak
sedikit penduduk pribumi yang tertarik denan para pedagang muslim tersebut
khususnya putri-putri raja dan bangsawan. Proses islamisasi ini dilakukan sebem
adanya pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan sampai
pada akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu membuat daerah-daerah atau
bahkan kerajaan-kerajaan islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi
antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena
bangsawan, raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya islam di
Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan
ampel dengan nyai manila. Sunan gunung jati dengan putrid kaunganten. Brawijaya
dengan putri campa yang menurunkan raden fatah ( raja pertama demak ).
3. Saluran tasawuf
Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan
teosofi yangb bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat . dengan
ilmu tasawufnya mereka mengajarkan islam kepada pribumi yang mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya menganut agama hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di terima. Diantara ahli-ahli
tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra islam itu adalah Hamzah Fansuri di aceh, syeh lemah abang, dan
sunan panggung di jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di Indonesia
di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui
pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggaakan oleh guru-guru
agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama,
guru agama, dam kiai mendapat pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren,
mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat
tertentu mengajarkan islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden
rahmat di Ampel Denta Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri
ini banyak yang di undang ke maluku untuk mengajarkan agama islam.
5. Saluran kesenian
Saluran
islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam
cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian
lain juga dijadikan alat islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad, dan
sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di
maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya
memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di sumatera dan jawa
maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
islam memerangi kerajaan-kerajaan non-islam. Kemenangan kerajaan islam secara
politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu masuk islam.
D.
Faktor
Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia
Beberapa hal menyebabkan agama Islam
terus berkembang pesat di Indonesia diantaranya sebagai berikut:
1.
Adanya
perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan penduduk Indonesia.
2.
Adanya
sistem pendidikan pondok pesantren
3.
Gigihnya para da'i atau mubaligh dalam
menyebarluaskan Islam
4.
Metode
penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab disesuikan dengan latar
belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya
a. Wayang kulit
b. seni bangunan, dan
c. c. seni karawitan/seni gamelan
Ajaran sederhana, mudah dimengeri
dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat
Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta. Upacara keagamaan
cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam.
E.
Corak
dan Perkembangan Islam di Indonesia
1. Masa Kesulthanan
Untuk
melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaan-kerajaan
Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di
daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti
daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam
secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik
penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah
menunjukkan di dalam bentuk yang lebih murni.
Di
kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya
tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan
kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat
Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan
di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa
Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di
kerajaan ini, telah berhasil pengodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya
berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam
Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah
Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai
lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa.Tercatat dalam sejarah Banjar,
di berlakukannya hukum bunuh bagi orang
murtad, hukum potong tangan untuk
pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Pada
akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya pemegang kekuasaan dalam
kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul amri kaum Muslimin di seluruh
kerajaan itu. Untuk memacu penyabaran agama Islam, didirikan sebuah organisasi
yang Bayangkare Islah (pengawal usaha kebaikan). Itulah organisasi pertama yang
menjalankan program secara sistematis sebagai berikut:
a. Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi
beberapa wilayah kerja para wali.
b. Guna memadu penyebaran agama Islam,
hendaklah di usahakan agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang
lainnya.
c. Hendaklah di bangun sebuah mesjid yang menjadi
pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran
tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam.
Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah
kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan
ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah
kekuasaannya. Ini seperti ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika
Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram
ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya.
Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan
istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti
sebenarnya.
2. Masa Penjajahan
Ditengah-tengah
proses transformasi sosial yang relative damai itu, datanglah pedagang-pedagang
Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris.
Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang
pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada
mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang
karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin
memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Apalagi
setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan
pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan
mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam
penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan
gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu
ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
a. Bidang agama murni atau ibadah;
b. Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c. Politik.
Terhadap bidang agama murni,
pemerintah colonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan
ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan,
pemerintah memamfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu
dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori
reseptie yang maksudnya hukum Islam baru
bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh
karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.
Sedangkan dalam bidang politik,
pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an
maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
3. Gerakan dan organisasi Islam
Akibat
dari “resep politik Islam”-nya Snouck
Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya
semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda,
yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik
menjinakan melalui asosiasi.
Untuk
sementara pihak pemerintah colonial berhasil mencapai sasarannya, yakni
beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah, perlawanan dapat dipatahkan
dengan kekerasan senjata, sebagian besar golongan Islam yang di pedalaman dapat
terus diisolasi dalam alam ketakhayulan dan kemusyrikan, dan sebagian lagi
memasuki aparatur kepegawaian colonial rendahan.
Namun,
ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu
saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik
baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh
karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan
tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan
sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran
pembaruan Islam di Mesir.
Akibat
dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah
pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam
itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama
Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi tersebut, para pejabat dan
pemerintahan (pangreh praja) ditolak
dari keanggotaan itu.
Persaingan
antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara
pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di
kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir
yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah
menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua
kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama
tradisional.
Selama
pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari
pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan
perang mereka. Oelh karena itu, ada tiga prantara politik berikut ini yang
merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin.
1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama
yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2. Masyumi, yakni singkatan dari
Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan
oktober 1943.
3. Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan
Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin
oleh Zainul Arifin.
F.
Tersiarnya
Islam di Indonesia
Sebelum Islam masuk ke Indonesia,
agama Hindu dan Budha telah berkembang
luas di nusantara ini, disamping banyak yang masih menganut animism dan
dinamisme, kedua agama itu kian lama kian pudar cahayanya dan akhirnya
kedudukannya sepenuhnya diganti oleh agama Islam yang kemudian menjadi anutan
85 hingga 95% rakyat Indonesia. Sebab-sebab sangat pesat dan cepat tersiarnya
Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. Terutama sekali faktor agama Islam
(aqidah, syariah dan akhlak islam) sendiri yang lebih banyak “berbicara” kepada
segenap lapisan masyarakat Indonesia.
2. Faktor para mujtahid dakwah yang
banyak terdiri atas para saudagar yang taraf kebudayaannya sudah tinggi, yang
telah berhasil membawakan Islam dan segala kebijaksanaan kemahiran dan
keterampilan
3. Ajaran Islam tentang dakwah untuk
menyampaikan ajaran Allah walaupun sekedar satu ayat kepada segenap manusia di
seluruh pelosok bumi telah menjadikan segenap kaum muslimin menjadi umat
dakwah.
4. Baik agama Hindu maupun Budha pada
umumnya dipeluk oleh orang-orang keraton yang pada saat mulai tersebarnya Islam
antara raja yang satu dengan yang lainnya terlibat dalam perselisihan.
5. Pernikahan antara para penyebar
Islam dan orang-orang yang baru di islamkan melahirkan generasi pelanjut yang
menganut dan menyebarkan Islam.
G.
Pengaruh
Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia
1.
Peradaban
dan Agama Masyarakat Indonesia Sebelum Kedatangan Islam
Secara
geografis, wialayah Indonesia termasuk ke dalam kawasan Asia Tenggara.
Masyarakat di wilayah ini telah memiliki peradaban yang tinggi sebelum
kedatangn Islam. Hal itu disebabkan karena wilayah Asia Tenggara merupakan
Negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama.
Bangsa
Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal tulisan yang diajarkan oleh para
penyebar agama Hindu dan Budha.pengaruh ini telah berlangsung cukup lama,
mungkin sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14 dan ke-15 M. pengaruh
Hinduisme dan Budhisme membawa perubahan besar, terutama dalam sistem
pemerintahan.
Bukti
dari pengaruh agama Hindu dan Budha bagi masyarakat Indonesia dapat dilihat
dari banyaknya bangunan-bangunan suci untuk peribadatan, seperti candi-candi,
ukiran, dan sebagainya. Semua bangunan itu merupakan perpaduan antara seni
bangunan zaman megalithicum, seperti punden berundak-undak.ukiran dan relief
yang terdapat di dalamnya menggambarkan kreatifitas bangsa Indonesia.
2.
Pengaruh
Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan Perkembangannya
Islam
sebagai agama baru yang dianut sebagian masyarakat Indonesia, telah banyak
memainkan peranan penting dalam berbagai kehidupan sosial, politik, ekonomi,
dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat dari perkembangan Islam dan
pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas, sehingga agak sulit untuk
memisahkan antara kebudyaan local dengan kebudayaan Islam.
Masuknya
kebudayaan Islam dalam kebudayaan nasional, meliputi bahasa, nama, adat
istiadat dan kesenian.
a. Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional banyak terpengaruh dari bahasa Arab. Bahasa
ini sudah begitu menyatu dalam lidah bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam bahasa
komunikasi sehari-hari, bahakan dipergunakan pula dalam bahasa surat kabar, dan
sebagainya.
Pengaruh
Islam dalam bidang nama, sungguh banyak sekali. Banyak tokoh dan bukan tokoh
masyarakat menggunakan nama berdasarkanpada bahasa Arab,yang merupakan bahasa
simbol pemersatu Islam. Semua itu bukti adanya pengaruh Islam dalam kehidupan
masyarakat dan bangsa Indonesia.
b. Pengaruh Adat Istiadat
Adat
istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh peradaban
Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan salam kepada setiap muslim yang
dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintahan.
Pengaruh
lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dalam do’a. yang merupakan
pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.
c. Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan
Ibadah
Pengaruh
kesenian yang paling menonjol dalam hal ini terlihat dalam irama qasidah dan lagu-lagu
yang bernafaskan ajaran Islam. Syair pujian yang mengagungkan nama-nama Allah
yang sering diucapkan oleh umat Islam, merupakan bukti pengaruh ajaran Islam
terhadap kehidupan beragama masyarakat Islam Indonesia.
Begitu
pula pengaruh dalam bidang bangunan peribadatan. Banyak bangunan mesjid yang
ada di Indonesia, terpengaruh dari bangunan mesjid yang ada di Negara-negara
Islam, baik yang ada di Timur Tengah ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia
Islam.
d. Pengaruh Dalam Bidang Politik
Ketika
kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaannya, banyak sekali undur politik
Islam yang berpengaruh dalam system politik pemerintahan kerajaan-kerajaan
Islam tersebut. Misalnya tentang konsep khalifatullah fil ardi dan dzilullah
fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan pada masa pemerintahan kerajaan Islam
Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.
Kebanyakan
penduduk negara kita beragama Islam. Para ahli berpendapat bahwa agama Islam
mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Agama dan kebudayaan Islam masuk Indonesia
melalui para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat (India), dan
Cina. Agama Islam berkembang dengan pesat di tanah air. Hal ini dapat dilihat
dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam dan peninggalan-peninggalan sejarah
Islam di Indonesia. Agama dan kebudayaan Islam mewariskan banyak sekali
peninggalan sejarah. Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Islam antara lain
masjid, kaligrafi, karya sastra, dan tradisi keagamaan. Berikut ini akan
dibahas satu per satu peninggalan sejarah Islam di Indonesia.
H.
Hikmah
Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah
memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang
khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil
hikmah, diantaranya sebagai berikut:
1.
Islam membawa ajaran yang berisi
kedamaian.
2.
Penyebar ajaran Islam di Indonesia
adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3.
Terjadi akulturasi budaya antara Islam
dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas
tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ada beberapa pendapat mengenai
masuknya islam ke Indonesia. Teori yang
dapat dijadikan sebagai acuan juga tidak hanya satu. Jadi memang datangnya
agama islam ke Indonesia belum diketahui secara pasti, ini dikarenakan
kejadiannya telah berlangsung sejak dahulu. Sehingga orang pada masa kini hanya
bisa menerka-nerkan prosesnya. Namun
bersamaan dengan itikad itu, kita juga dapat memperoleh pelajaran
mengenai masuknya islam ke Indonesia sehingga bisa menambah wawasan dan
memperkokoh iman islam kita.
B.
Saran
Kami berharap, dengan adanya makalah
ini pembaca akan mampu mengetahui tentang proses masuknya agama islam di
Indonesia serta mampu untuk menjelaskan proses masuknya islam ke Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama
Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Melacak
Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Nusantara. Jakarta: Mizan. 1995.
_____________. Renaisance Islam
Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya. 1999.
A.Hasymy, Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Nusantara. Bandung: Al Maari. 1981.
Abdullah, Taufik (Ed.). Sejarah
Umat Islam Nusantara. Majelis Ulama Nusantara.
Djayadiningrat, Hoesein. Islam in
Nusantara, Islam The Straight Path. New York: Ronald Press,t.t
Hamka. Sejarah Umat Islam. Singapura:
Pustaka Nasional PTE LTD. 2002.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan
Islam di Nusantara, Lintasan Sejarah pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada. 2001.
Leur, J.C. van. Nusantara
Trade and Society. Bandung: Sumur Bandung. 1960.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah
Peradaban Islam Nusantara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2005.
Schrieke.
Nusantaran sociological Studies, I
Thohir, Ajid. Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik,
dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar