Jika Kabah dan juga kompleks
Masjidil Haram di Mekah, benar adalah Rumah Allah (baitullah) lalu
apakah Allah bisa dijumpai di sana? Aku menunaikan haji dan bertamu ke rumah
Allah, tapi tak kutemukan si Pemilik Rumah itu melainkan lautan manusia yang berputar
mengelilingi Kabah.
Oleh Rusdi Mathari
SEPERTI itulah konon
pertanyaan-pertanyaan almarhum Haji Abdul Malik Karim Amrullah ketika
menunaikan syariat ibadah yang kelima yaitu berhaji untuk kali pertama. Ketika
berkesempatan naik haji untuk kali kedua, pertanyaan yang sama masih berkecamuk
dalam diri ulama yang dikenal dengan sebutan Hamka itu. Tapi Hamka tetap tak
menemukan jawaban. Dia terus mencari jawaban, kendati tak bertanya kepada
manusia.
Pada ibadah haji yang ketiga,
Hamka menemukan jawaban atas semua pertanyaan dirinya. Allah si Pemilik dan
Tuan Rumah itu, memang ada. Bukan di dalam Kabah, tak pula di kompleks Masjidil
Haram, apalagi di kota Mekah. Hamka menemukan Allah justru di hati. Ketika
pulang ke Indonesia, Hamka menuangkan pengalamannya bertemu Allah itu ke dalam
buku Tasawuf Modern.
Bagi kaum Muslim, Kabah adalah
kiblat. Sebuah titik di muka bumi, sebuah arah ke mana kaum Muslim menghadapkan
wajah ketika shalat. Di Mekah setiap tahun ratusan ribu bahkan jutaan peziarah
dari semua negeri Muslim berkumpul. Mengunjungi Kabah melaksanakan qurban dan
memperbarui ketaatan mereka kepada Allah dan berjanji untuk menjalankan suatu
kehidupan baru yang pantas bagi seorang Muslim.
Dari Kabah, sejarah perjuangan
sebagian para orang suci di mulai dan ditegakkan. Nabi Adam bertemu Hawa di
tempat Kabah sekarang berdiri. Nabi Ibrahim dibantu Ismail, anaknya, membangun
Kabah sehingga berbentuk seperti yang terlihat sekarang. Nabi Muhammad
membersihkan Kabah dan semua berhala Arabia dan memberikan cahaya, agama,
kegemberiaan, dan kekuatan kepada kaum musyirikan Arab yang bodoh yang dalam
waktu singkat menyebarkan cahaya itu ke empat penjuru bumi.
Selain di dalam Alquran dan
hadits, kisah tentang Kabah juga banyak diceritakan oleh Taurat dan Injil
(bahkan ketika dua kitab itu sudah dimanipulasi). Seorang sophee atau ahli
ramal dalam penglihatan ghaib kaum Yahudi menceritakan bagaimana Yerusalem di
bumi diangkat dan dipindahkan ke sebuah negeri di selatan.
Yerusalem baru itu tak lain adalah
Mekah, karena ia berada di negeri sebelah selatan dengan dua bukit Marwa dan
Safa yang menyandang nama yang sama dengan Moriah dan Zion. Dua tempat itu
memiliki sumber dan siginifikansi yang sama tapi Yerusalem bermula lebih awal.
Irushalem atau Urushalem lama menjadi kota Cahaya dan Kedamaian. Cerita itu
diungkap oleh David Benyamin Keldani, seorang bekas pastor Katolik yang mencoba
mencari jawaban mengapa Taurat dan Injil tak mau mengakui Muhammad dalam buku Menguak
Misteri Muhammad.
Lalu benarkah Kabah adalah Rumah
Allah, seperti Hamka pernah bertanya? Ketika Nabi Muhammad menghancurkan
seluruh patung yang berada di dalam Kabah, yang sebenarnya dimusnahkan adalah
kebusukan dan kebodohan manusia. Seluruh berhala yang dihancurkan oleh Nabi
Muhammad hanyalah simbol. Karena itu, bukan soal patung (yang dihancurkan) itu
benar, pelajaran yang hendak disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada manusia.
Melainkan belajarlah untuk membersihkan hati sehingga bisa bersikap sebagai
manusia yang tidak bodoh.
Bait Allah (Kabah) yang sebenarnya,
karena itu mestinya juga dipahami tidak hanya secara kasat mata (lahir). Namun
yang lebih mendasar dan penting, harus diyakini bahwa Bait Allah adalah juga
tak tampak dan bersemayan pada hati (rasa) manusia. Di sanalah, di hati manusia
itu sebenarnya seluruh tawaf perenungan selalu berputar, tempat lari-lari kecil
dari kehidupan dunia dan melempar jumrah kebusukan.
Maka ketika seorang Muslim pergi
ke Mekah untuk berhaji dan berharap menjumpai Allah di Kabah dan Masjidil
Haram, dia dipastikan akan menelan kekecewaan. Allah dan juga Bait Allah tak
seperti dibayangkan, dan bisa dimengerti seperti pemahaman banyak orang tentang
Allah dan Bait Allah. Hamka pernah kecewa, karena pemahaman tentang Allah dan
Bait Allah seperti diakui sendiri oleh Hamka sebelumnya ternyata memang tidak
tepat.
Isyarat bahwa Kabah adalah Bait
Allah bukan dalam pemahaman bahwa Allah bermukim di sebuah tempat kudus seperti
Kabah. Kabah hanyalah pertanda, simbol, dan isyarat bagi sebuah pemahaman yang
luas dan tak terbatas tentang Bait Allah yang sebenarnya. Ia (Kabah) bisa
dipahami secara harfiah dan secara jasad tapi juga bisa dipahami secara secara
lebih esensial hakiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar