Sabtu, 28 November 2015

ABU THALHAH AN-ANSHARI



ABU THALHAH AN-ANSHARI - MAHARNYA IALAH MASUK ISLAM Zaid bin Sahal an-Najjary alias Abu Thalhah mengetahui Bahwa perempuan bernama Rumaisha" binti Milhan an-Najjariyah, alias Ummu Sulaim, hidup menjanda sejak suaminya meninggal. Abu Thalhah sangat gembira mengetahui Ummu Sulaim merupakan perempuan baik-baik, cerdas, dan memiliki sifat-sifat perempuan yang sempurna.
Abu Thalhah bertekad hendak melamar Ummu Sulaim segera, sebelum laki-laki lain mendahuluinya. Karena, Abu Thalhah tahu, banyak laki-laki lain yang menginginkan Ummu Sulaim menjadi istrinya.
Kisah Sahabat Nabi Masuk Islam
Namun begitu, Abu Thalhah percaya tidak seorang pun laki-laki lain yang akan berkenan di hati Ummu Sulaim selain Abu Thalhah sendiri. Abu Thalhah laki-laki sempurna, menduduki status sosial tinggi, dan kaya raya.
Di samping itu, dia terkenal sebagai penunggang kuda yang cekatan di kalangan Bani Najjar, dan pemanah jitu dari Yatsrib yang harus diperhitungkan.Abu Thalhah pergi ke rumah Ummu Sulaim. Dalam perjalan ia ingat, Ummu Sulaim pernah mendengar dakwah seorang dai yang datang dari Mekah, Mush'ab bin Umair. Lalu, Ummu Sulaim beriman dengan Muhammad dan menganut agama Islam.
Tetapi, setelah berpikir demikian, dia berkata kepada dirinya, "Hal ini tidak menjadi halangan. Bukankah suaminya yang meninggal menganut agama nenek moyangnya? Bahkan, suaminya itu menentang Muhammad dan dakwahnya".Abu Thalhah tiba di rumah Ummu Sulaim. Dia minta izin untuk masuk, maka diizinkan oleh Ummu Sulaim. Putra Ummu Sulaim, Anas, hadir dalam pertemuan mereka itu. Abu Thalhah menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu hendak melamar Ummu Sulaim menjadi istrinya.
Ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Thalhah.Kata Ummu Sulaim, "Sesungguhnya laki-laki seperti Anda, wahai Abu Thalhah, tidak pantas saya tolak lamarannya. Tetapi aku tidak akan kawin dengan Anda, karena Anda kafir."Abu Thalhah mengira Ummu Sulaim hanya sekedar mencari-cari alasan. Mungkin di hati Ummu Sulaim telah berkenan laki-laki lain yang lebih kaya dan lebih mulia daripadanya.
Kata Abu Thalhah , "Demi Allah! Apakah yang sesungguhnyayang menghalangi engkau untuk menerima lamaranku, hai Ummu Sulaim?"Jawab Ummu Sulaim, "Tidak ada, selain itu."Tanya Abu Thalhah, "Apakah yang kuning ataukah yang putih..? Emas atau perak?"Ummu Sulaim balik bertanya, "Emas atau perak..?""Ya, emas atau perak?" jawab Abu Thalhah menegaskan.Kata Ummu Sulaim, "Kusaksikan kepada Anda, hai Abu Thalhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya jika engkau Islam, aku rela Anda menjadi suamiku tanpa emas dan perak, cukuplah emas itu menjadi mahar bagiku."Mendengar ucapan dari Ummu Sulaim tersebut, Abu Thalhah teringat akan patung sembahannya yang terbuat dari kayu bagus dan mahal.

Patung itu khusus dibuatnya untuk pribadinya, seperti kebiasaan bangan-bangan kaumnya, Bani Najjar.Ummu Sulaim telah bertekad hendak menempa besi itu selagi masih panas (mengislamkan Abu Talhah). Sementara Abu Thalhah terbengong-bengong melihat berhala sesembahannya, Ummu Sulaim melanjutkan bicaranya, "Tidak tahukah Anda, wahai Abu Thalhah, patung yang Anda sembah itu terbuat dari kayu yang tumbuh di bumi?" Tanya Ummu Sulaim."Ya, Betul!" jawab Abu Thalhah."Apakah Anda tidak malu menyembah sepotong kayu menjadi Tuhan, sementara potongannya yang lain Anda jadikan kayu api untuk memasak? Jika Anda masuk Islam, hai Abu Thalhah, aku rela engkau menjadi suamiku.
Aku tidak akan meminta mahar darimu selain itu," kata Ummu Sulaim."Siapakah yang harus mengislamkanku?" Tanya Abu Thalhah."Aku bisa," jawab Ummu Sulaim."Bagaimana caranya?" tanya Abu Thalhah."Tidak sulit. Ucapkan saja kalimat syahadah! Saksikan tidak ada ilah yang haq selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rasulullah. Sesudah itu pulang ke rumahmu, hancurkan berhala sembahanmu, lalu buang!" kata Ummu Sulaim menjelaskan.Abu Thalhah tampak gembira.
Lalu, dia mengucapkan dua kalimat syahadah. Sesudah itu Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim. Mendengar kabar Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim dengan maharnya Islam, maka kaum muslimin berkata, "Belum pernah kami mendengar mahar kawin yang lebih mahal daripada mahar kawin Ummu Sulaim. Maharnya ialah masuk Islam".Sejak hari itu Abu Thalhah berada di bawah naungan bendera Islam. Segala daya yang ada padanya dikorbankan untuk berkhidmat kepada Islam.Abu Thalhah dan istrinya, Ummu Sulaim, termasuk kelompok tujuh puluh yang bersumpah setia (baiat) dengan Rasulullah di Aqabah.
Abu Thalhah ditunjuk Rasulullah menjadi kepala salah satu regu dari dua belas regu yang dibentuk malam itu atas perintah Rasulullah untuk mengislamkan Yatsrib.Dia ikut berperang bersama Rasulullah dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau. Dalam peperangan itu, tidak urung pula Abu Thalhah mendapatkan cobaan-cobaan yang mulia. Tetapi, cobaan yang paling besar diderita Abu Thalhah ialah ketika berperang bersama Rasulullah dalam Perang Uhud.

Dengarkanlah kisahnya!Abu Thalhah mencintai Rasulullah sepenuh hati, sehingga perasaan cintanya itu mengalir ke segenap pembuluh darahnya. Dia tidak pernah merasa jemu melihat wajah yang mulia itu, dan tidak pernah merasa bosan mendengar hadits-hadits beliau yang selalu terasa manis baginya. Apabila Rasulullah berdua saja dengannya, dia bersimpuh di hadapan beliau sambil berkata, "Inilah dariku, kujadikan tebusan bagi diri Anda dan wajahku pengganti wajah Anda."Ketika terjadi Perang Uhud, barisan kaum muslimin terpecah-belah. Mereka lari kocar-kacir dari samping Rasulullah .
Oleh karena itu, kaum musyrikin sempat menerobos pertahanan mereka sampai ke dekat beliau. Musuh berhasil menciderai beliau, mematahkan gigi, melukai dahi, dan bibir beliau, sehingga darah mengalir membasahi mukanya. Lalu kaum musyrikin menyiarkan isu Rasulullah telah wafat.Mendengar teriakan itu, kaum muslimin menjadi kecut, lalu lari porak-poranda memberikan punggung mereka kepada musuh-musuh Allah. Hanya beberapa orang saja tentara muslimin yang tinggal mengawal dan melindungi Rasulullah. Di antara mereka adalah Abu Thalhah yang berdiri paling depan.Abu Thalhah berada di hadapan Rasulullah bagaikan sebuah bukit berdiri dengan kokohnya melindungi beliau.
Rasulullah berdiri di belakangnya, terlindung dari panah dan lembing musuh oleh tubuh Abu Thalhah. Abu Thalhah menarik tali panahnya, kemudian melepaskan tali anak panah tepat mengenai sasaran tanpa pernah gagal. Dia memanah musuh satu demi satu. Tiba-tiba Rasulullah mendongakkan kepala melihat siapa sasaran panah Abu Thalhah.Abu Thalhah mundur menghampiri beliau, karena khawatir beliau terkena panah musuh. "Demi Allah, janganlah Rasulullah mendongakkan kepala melihat mereka, nanti terkena panah mereka. Biarkan leher dan dadaku sejajar dengan leher dan dada Rasulullah.
Jadikan aku menjadi perisai Anda," ujarnya mantap.Seorang prajurit muslim tiba-tiba lari ke dekat Rasulullah sambil membawa kantong anak panah. Rasulullah memanggil prajurit itu. Kata beliau, "Berikan anak panahmu kepada Abu Thalhah. Jangan dibawa lari!" Abu Thalhah senantiasa melindungi Rasulullah sehingga tiga batang busur panah patah olehnya, dan sejumlah prajurit musyrikin tewas dipanahnya.Allah menyelamatkan dan memelihara Nabi-Nya yang selalu berada dibawah pengawasan-Nya sampai pertemuan usai.Abu Thalhah sangat pemurah dengan nyawanya berperang fi sabilillah, namun lebih pemurah lagi mengorbankan hartanya untuk agama Allah. Abu Thalhah mempunyai sebidang kebun kurma dan anggur yang amat luas.

Tidak ada kebun di Yatsrib seluas dan sebagus kebun Abu Thalhah. Pohon-pohonnya rimbun, buah-buahnya subur, dan airnya manis.Pada suatu hari ketika Abu Thalhah shalat di bawah naungan sebatang nan rindang, pikirannya terganggu oleh siulan burung berwarna hijau, berparuh merah, dan kedua kakinya indah berwarna. Burung itu melompat dari dahan ke dahan dengan suka citanya, bersiul-siul dan menari-nari. Abu Thalhah kagum melihat burung itu. Dia membaca tasbih, tetapi pikirannya tidak lepas dari burung itu.Ketika menyadari bahwa ia sedang shalat, dia lupa sudah berapa rakaat shalatnya.
Dua atau tiga rakaatkah dia tak ingat. Selesai shalat dia pergi menemui Rasulullah dan menceritakan kepada beliau peristiwa yang baru dialaminya dalam shalatnya. Diceritakannya pula kepada beliau pohon-pohon nan rindang dan burung yang bersiul sambil menari-nari ketika dia sedang shalat.Kemudian katanya, "Saksikan wahai Rasulullah! Kebun itu aku sedekahkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Pergunakanlah sesuai kehendak Allah dan Rasul-Nya."Abu Thalhah sering berpuasa dan berperang sepanjang hidupnya.
Bahkan, dia meninggal ketika sedang berpuasa dan berperang fi sabilillah.Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, kaum muslimin bertekad hendak berperang di lautan. Abu Thalhah bersiap-siap untuk turut dalam peperangan itu bersama-sama dengan tentara muslimin.Kata anak-anaknya, "Wahai Bapak kami!" Bapak sudah tua. Bapak sudah turut berperang bersama-sama Rasulullah , Abu Bakar, dan Umar bin Khaththab. Kini Bapak harus beristirahat. Biarlah kami berperang untuk Bapak."Jawab Abu Thalhah, "Bukankah Allah Azza wa Jalla telah berfirman, yang artinya, "Berangkatlah kamu dalam keadaan senang dan susah, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu menyadari." (At-Taubah: 41).
Firman Allah itu memerintahkan kita semua, baik tua maupun muda. Allah tidak membatasi usia kita untuk berperang."Abu Thalhah menolak permintaan anak-anaknya untuk tinggal di rumah, dan bersikeras untuk ikut berperang.Ketika Abu Talhah yang sudah lanjut usia itu berada di atas kapal bersama-sama dengan tentara muslimin di tengah lautan, dia jatuh sakit, lalu meninggal di kapal. Kaum muslimin melihat-lihat daratan, mencari tempat memakamkan Abu Thalhah. Tetapi, enam hari setelah wafatnya, barulah mereka bertemu dengan daratan. Selama itu jenazah Abu Thalhah disemayamkan di tengah-tengah mereka di atas kapal tanpa berubah sedikit pun jua. Bahkan, dia layaknya seperti orang yang tidur nyenyak saja.


Kisah Sahabat Nabi Yang Buta



Kisah Sahabat Nabi Yang Buta YA, RASULULLAH! SEANDAINYA SAYA TIDAK BUTA, TENTU SAYA PERGI BERPERANG Abdullah bin Umar bin Syuraikh, seorang sahabat asal Quraisy ini termasuk peserta hijrah ke Madinah rombongan pertama. Beliau sampai di Madinah sebelum kedatangan Rasulullah Shalalahu 'alaihi Wassalam. Beliau meninggal dalam peperangan Qadisiah membawahi sebuah brigade.Abdullah bin Ummi Maktum, orang mekah suku Quraisy. Dia mempunyai ikatan keluarga dengan Rasululah Shalalahu 'alaihi Wassalam. Yaitu anak paman Ummul Mu'minin Khadijah binti Khuwailid Ridhwanullah 'Alaiha.

Kisah Sahabat Nabi Yang Buta

Bapaknya Qais bin Zaid, dan ibunya 'Atikah binti 'Abdullah. Ibunya bergelar "Umi Maktum" karena anaknya 'Abdullah lahir dalam keadaan buta total.Abdullah bin Ummi Maktum menyaksikan ketika cahaya Islam mulai memancar di Makkah. Allah melapangkan dadanya menerima agama baru itu. Karena itu tidak diragukan lagi dia termasuk kelompok yang pertama-tama masuk Islam. Sebagai muslim kelompok pertama, 'Abdullah turut menanggung segala macam suka duka kaum muslimin di Makkah ketika itu.

Dia turut menderita siksaan kaum Quraisy seperti diderita kawan-kawannya seagama, berupa penganiayaan dan berbagai macam tindakan kekerasan lainnya. Tetapi apakah karena tindakan-tindakan kekerasan itu Ibnu ummi Maktum menyerah? Tidak....! Dia tidak pernah mundur dan tidak lemah iman. Bahkan dia semakin teguh berpegang pada ajaran Islam dan Kitabullah. Dia semakin rajin mempelajari syariat Islam dan sering mendatangi majelis Rasulullah.Begitu rajin dia mendatangi majelis Rasulullah, menyimak dan menghafal Al-Qur'an, sehingga setiap waktu senggang selalu disinya, dan setiap kesempatan yang baik selalu disebutnya. Bahkan dia sangat rewel.

Karena rewelnya, dia beruntung memperoleh apa yang diinginkannya dari Rasulullah, di samping keuntungan bagi yang lain-lain juga.Pada masa permulaan tersebut, Rasulullah sering mengadakan dialog dengan pemimpin-pemimpin Quraisy, mengharapkan semoga mereka masuk Islam. Pada suatu hari beliau bertatap muka dengan 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Amr bin Hisyam alias Abu Jahl, Umayyah bin Khalaf dan walid bin Mughirah, ayah saifullah Khalid bin walid.Rasulullah berunding dan bertukar pikiran dengan mereka tentang Islam. Beliau sangat ingin mereka menerima dakwah dan menghentikan penganiayaan terhadap para sahabat beliau.

Sementara beliau berunding dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba 'Abdullah bin Ummi maktum datang mengganggu minta dibacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur'an.Kata 'Abdullah, "Ya, Rasulullah! Ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada Anda!"Rasul yang mulia terlengah memperdulikan permintaan 'Abdullah. Bahkan beliau agak acuh kepada interupsinya itu. Lalu beliau membelakangi 'Abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan pemimpin Quraisy tersebut. Mudah-mudahan dengan Islamnya mereka, Islam tambah kuat dan dakwah bertambah lancar.Selesai berbicara dengan mereka, Rasulullah bermaksud hendak pulang. Tetapi tiba tiba penglihatan beliau gelap dan kepala beliau terasa sakit seperti kena pukul.

Kemudian Allah mewahyukan firman-Nya kepada beliau: "Dia ( Muhammad ) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta datang kepadanya, Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau mereka tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bergegas (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya.

Sekali-kali jangan (begitu)! Sesungguhnya ajaran Allah itu suatu peringatan. Maka siapa yanag menghendaki tentulah ia memperhatikannya. (Ajaran ajaran itu) terdapat di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi (senantiasa) berbakti." (QS. 'Abasa : 1 - 16).Enam belas ayat itulah yang disampaikan Jibril Al-Amin ke dalam hati Rasulullah sehubungan dengan peristiwa 'Abdullah bin Ummi maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturunkan sampai sekarang, dan akan terus dibaca sampai hari kiamat.Sejak hari itu Rasulullah tidak lupa memberikan tempat yang mulia bagi 'Abdullah apabila dia datang. Beliau menyilahkan duduk ditempat duduk beliau.

Beliau tanyakan keadaannya dan beliau penuhi kebutuhannya. Tidaklah heran kalau beliau memuliakan 'Abdullah demikian rupa; bukankah teguran dari langit itu sangat keras!Tatkala tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin semakin berat dan menjadi-jadi, Allah Ta'ala mengizinkan kaum muslimin dan Rasul-Nya hijrah. 'Abdullah bin Ummi maktum bergegas meninggalkan tumpah-darahnya untuk menyelamatkan agamanya. Dia bersama sama Mush'ab bin Umar sahabat-sahabat Rasul yang pertama-tama tiba di Madinah, setibanya di Yatsrib (Madinah), 'Abdullah dan Mush'ab segera berdakwah, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dan mengajarkan pengajaran Isalam.

Setelah Rasulullah tiba di Madinah, beliau mengangkat 'Abdullah bin Ummi Maktum serta Bilal bin rabah menjadi Muadzin Rasulullah. Mereka berdua bertugas meneriakkan kalimah tauhid lima kali sehari semalam, mengajak orang banyak beramal saleh dan mendorong masyarakat merebut kemenangan. Apabila Bilal adzan, maka 'Abdullah qamat. Dan bila 'Abdullah adzan, maka Bilal qamat.Dalam bulan Ramadhan tugas mereka bertambah.

Bilal adzan tengah malam membangunkan kaum muslimin untuk sahur, dan 'Abdullah adzan ketika fajar menyingsing, memberi tahu kaum muslimin waktu imsak sudah masuk, agar menghentikan makam minum dan segala yang membatalkan puasa.Untuk memuliakan 'Abdullah bin Ummi maktum, beberapa kali Rasulullah mengangkatnya menjadi Wali Kota Madinah menggantikan beliau, apabila meninggalkan kota. Tujuh belas kali jabatan tersebut dipercayakan beliau kepada 'Abdullah.

Salah satu diantaranya, ketika meninggalkan kota Madinah untuk membebaskan kota Makkah dari kekuasaan kaum musyrikin Quraisy.Setelah perang Badar, Allah menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an, mengangkat derajat kaum muslimin yang pergi berperang fi sabilillah. Allah melebihkan derajat mereka yang pergi berperang atas orang-orang yang tidak pergi berperang, dan mencela orang yang tidak pergi karena ingin bersantai-santai. Ayat-ayat tersebut sangat berkesan di hati 'Abdullah bin Ummi Maktum. Tetapi baginya sukar mendapatkan kemuliaan tersebut karena dia buta.

Lalu dia berkata kepada Rasulullah, "Ya, Rasulullah! Seandainya saya tidak buta, tentu saya pergi berperang."Kemudian dia bermohon kepada Allah dengan hati penuh tunduk, semoga Allah menurunkan pula ayat-ayat mengenai orang-orang yang keadaannnya cacat (udzur) seperti dia, tetapi hati mereka ingin sekali hendak turut berperang. Dia senantiasa berdoa dengan segala kerendahan hati. Katanya, "Wahai Allah! Turunkanlah wahyu mengenai orang-orang yang udzur sepertiku!" Tidak berapa lama kemudian Allah memperkenankan doanya.

Zaid bin Tsabit, sekretaris Rasulullah yang bertugas menuliskan wahyu menceritakan, "aku duduk di samping Rasulullah. Tiba tiba beliau diam, sedangkan paha beliau terletak di atas pahaku. Aku belum pernah merasakan beban yang paling berat melebihi berat paha Rasulullah ketika itu. Sesudah beban berat yang menekan pahaku hilang, beliau bersabda, "Tulislah, hai Zaid!"Lalu aku menuliskan, "Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang) dengan pejuang-pejuang yang berjihad fi sabilillah..." (An-Nisaa : 95).

Ibnu Ummi berdiri seraya berkata, "Ya Rasulullah! Bagaimana dengan orang-orang yang tidak sanggup pergi berjihad (berperang karena cacat)?"Selesai pertanyaan 'Abdullah, Rasulullah berdiam dan paha beliau menekan pahaku, seolah-olah aku menanggung beban berat seperti tadi. Setelah beban berat itu hilang, Rasulullah berkata, "Coba baca kembali yang telah engkau tulis!"Aku membaca , "Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang)." lalu kata beliau. Tulis! "Kecuali bagi orang-orang yang tidak mampu." Maka turunlah pengecualian yang diharap-harapkan Ibnu Ummi Maktum.

Meskipun Allah telah memaafkan Ibnu Ummi Maktum dan orang-orang udzur seperti dia untuk tidak berjihad, namun dia enggan bersantai-santai beserta orang-orang yang tidak turut berperang. Dia tetap membulatkan tekat untuk turut berperang fi sabilillah. Tekad itu timbul dalam dirinya, karena jiwa yang besar tidak dapat dikatakan besar, kecuali bila orang itu memikul pula pekerjaan besar. Maka karena itu dia sangat gandrung untuk turut berperang dan menetapkan sendiri tugasnya di medan perang.Katanya, "Tempatkan saya antara dua barisan sebagai pembawa bendera.

Saya akan memeganya erat-erat untuk kalian. Saya buta, karena itu saya pasti tidak akan lari." Tahun keempat belas Hijriyah, Khalifah 'Umar bin Khaththab memutuskan akan memasuki Persia dengan perang yang menentukan, untuk menggulingkan pemerintahan yang zalim, dan menggantinya dengan pemerintahan Islam yang demokratis dan bertauhid. 'Umar memerintahkan kepada segenap Gubernur dan pembesar dalam pemerintahannya, 'Jangan ada seorang jua pun yang ketinggalan dari orang orang bersenjata, orang yang mempunyai kuda, atau yang berani, atau yang berpikiran tajam, melainkan hadapkan semuanya kepada saya sesegera mungkin!"Maka berkumpulah di Madinah kaum Muslimin dari segala penjuru, memenuhi panggilan Khalifah 'Umar.

Di antara mereka itu terdapat seorang prajurit buta, 'Abdullah bin Ummi maktum. Khalifah 'Umar mengangkat Sa'ad bin Abi Waqash menjadi panglima pasukan yang besar itu. Kemudian Khalifah memberikan intruksi-intruksi dan pengarahan kepada Sa'ad.Setelah pasukan besar itu sampai di Qadisiyah. 'Abdullah bin Ummi maktum memakai baju besi dan perlengkapan yang sempurna.

Dia tampil sebagai pembawa bendera kaum muslimin dan berjanji akan senantiasa mengibarkannya atau mati di samping bendera itu.Pada hari ke tiga perang Qadisiyah, perang berkecamuk dengan hebat, yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Kaum muslimin berhasil memenangkan perang tersebut dengan kemenangan paling besar yang belum pernah direbutnya. Maka pindahlah kekuasaan kerajaan Persia yang besar ke tangan kaum muslimin. Dan runtuhlah mahligai yang termegah, dan berkibarlah bendera tauhid di bumi penyembah berhala itu.Kemenangan yang meyakinkan itu dibayar dengan darah dan jiwa ratusan syuhada. Diantara mereka yang syahid itu terdapat 'Abdullah bin Ummi Maktum yang buta. Dia ditemukan terkapar di medan tempur berlumuran darah syahidnya, sambil memeluk bendera kaum muslimin.

Sejarah Pembangunan Ka’bah




A. Malaikat
Ka’bah adalah rumah ibadah pertama yang dibangun di muka bumi, hal ini ditegaskan dalam Surat Ali Imran ayat 96-97:  "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) Maqam Ibrahim....” (QS Ali Imran [3]: 96-97)
Ayat ini diterangkan oleh para ulama sebagai bantahan Allah SWT kepada kaum ahli kitab yang mengatakan bahwa awal mula rumah ibadah yang diciptakan adalah Baitul Maqdis atau Aqsha. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abi Dzar, Rasulullah saw menyatakan bahwa perbedaan waktu dibangunnya Baitullah di Mekah dengan Baitul Maqdis di Yerusalem adalah empat puluh tahun. Ayat ini juga menjadi hujjah atau alasan bagi para ulama yang berpendapat bahwa yang pertama mendirikan Ka’bah adalah para malaikat, bukan manusia.
Surat Ali Imran ayat 96-97 tadi juga menjadi dalil bahwa yang pertama kali membangun Ka’bah adalah para malaikat. Buktinya dalam kalimat Al-Qur'an tadi menggunakan kalimat "untuk (tempat ibadah) manusia” وَضَعَ لِلنَاسِ Ini berarti Ka’bah sudah ada sebelum manusia ada, karena diperuntukkan manusia. Berarti sangat jelas bahwa yang membangun Ka’bah pertama kali bukanlah manusia, melainkan para malaikat. Posisi Ka’bah ini berada tepat sejajar dengan Baitul Makmur di 'Arsy yang dijadikan tempat tawafnya para malaikat. Bahkan, Imam Al-Azraqi mengatakan, jika Baitul Makmur (di Arsy) runtuh maka akan menimpa Baitullah (di Mekah).
Seorang sejarawan Mekah, Imam Al-Azraqy, mengisahkan, suatu hari selepas tawaf, tepat di dalam Hijir Ismail, Muhammad bin Ali bin Husain mengatakan, ayahnya menerangkan kepada seorang penduduk Syam bahwa awal mula tawaf di Baitullah adalah ketika Allah berfirman kepada malaikat, "Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi." Para malaikat langsung protes, karena Allah menciptakan khalifah bukan dari bangsa mereka (malaikat) melainkan dari bangsa manusia yang mereka anggap hanya akan mengotori dan menumpahkan darah. Kernudian, Allah menjawab, "Aku lebih mengetahui apa yang kalian tidak ketahui!"
Dari jawaban itu, para malaikat menganggap Allah murka atas mereka yang protes, kemudian mereka menangis tersedu-sedu sambil berkumpul di 'Arsy dan merendahkan diri sambil bertawaf (di 'Arsy). Sambil bertawaf, para malaikat membaca:"Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah, Ya Tuhan kami, kami meminta ampunan kepada-Mu, dan kami bertobat kepada-Mu."
Allah kemudian melihat mereka. Setelah Allah turunkan rahmat kepada mereka, kemudian Allah menciptakan sebuah rumah yang berada tepat di bawah 'Arsy. Allah mengatakan kepada malaikat, "Tawaflah kamu semua di tempat ini dan tinggalkan 'Arsy!" Bagi para malaikat, perkara ini lebih mudah daripada bertawaf di 'Arsy yang merupakan Baitul Makmur.
Kemudian, Allah mengutus para malaikat dan berfirman kepada mereka, "Bangunlah sebuah rumah yang serupa dan sebesar itu di bumi." Allah memerintahkan pula kepada penduduk bumi untuk bertawaf di tempat itu. Atiq bin Ghaits menggambarkan bahwa Malaikat Jibril memukulkan sayapnya ke bumi, kemudian muncullah fondasi yang mirip dengan tempat tawafnya para malaikat. Fondasi itu menancap kokoh ke bumi. Kemudian, para malaikat melemparkan batu-batu yang beratnya tidak akan sanggup dipikul oleh 30 orang sekalipun.
Bentuk dan besar ukuran antara tempat ibadah para malaikat, Baitul Makmur, dan Baitullah yang di Mekah yang dibangun Nabi Ibrahim juga sama persis, mulai dari ukuran hingga bentuknya. Dalam riwayat Al-Azraqy dari Ibnu Juraij, Imam Ali bin Abi Thalib pernah menggambarkan bahwa posisi Baitullah yang dibangun pilarnya oleh Nabi Ibrahim, adalah basil tuntunan awan yang turun laksana mendung. Di tengah-tengah awan itu terdapat kepala dan berbicara kepada Nabi Ibrahim, "Ambillah ukuranku pada bumi jangan lebih dan jangan kurang." Barulah Ibrahim menggaris di tanah, dan itulah yang disebut Bakkah, sedang apa yang ada di sekelilingnya adalah Mekah.
(HR Al-Azraqy)

B. Nabi Adam dan Nabi Shith
Menurut Abdurrazzaq, diterima dari Ibnu Juraij dari Atha dan Ibnu Musayyab bahwa sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada Nabi Adam ketika turun dari surga ke muka bumi. Dari kisah yang diabadikan dalam Al-Qur`an, Adam dan Hawa tertipu oleh tipu daya setan dengan melanggar ketentuan yang telah diperintahkan Allah kepada mereka berdua untuk tidak mendekati sebuah pohon. Namun Nabi Adam melakukannya dan Allah marah sehingga ia diusir ke bumi. Hal ini dikisahkan dalam Al-Qur`an surat Al-Baqarah [2]:  35-37
Ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tercantum dalam Surat Thaha ayat 120, padahal itu adalah nama yang diberikan setan. Adam dan Hawa dengan tipu daya setan memakan buah yang dilarang itu, dan mengakibatkan keduanya dikeluarkan dari surga oleh Allah SWT. Yang dimaksud dengan setan di sini ialah iblis. Tentang beberapa kalimat dari Allah SWT yang diterima oleh Adam, sebagian ahli tafsir mengartikannya dengan kata-kata untuk bertaubat. Kisah pertaubatan Adam itu kemudian disambung dalam surat Al-A'raf [7] ayat 22-23.
Dengan kesungguhan taubat dan penyesalan yang tinggi, Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka mengakui telah tergoda oleh setan dan meyakini betapa beruntungnya mereka mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Allah berkata kepada Adam, "Buatlah untuk-Ku rumah dan beribadahlah padanya sebagaimana engkau lihat para malaikat beribadah di langit."
Kemudian, dikisahkan oleh Atha', sesampainya di bumi, Adam membangun rumah itu dari lima buah gunung, yaitu Haro, Tursina, Libanan, Judy, dan Turzeta. Imam Mawardi menambahkan bahwa Nabi Adam membangun Baitullah seperti ia lihat di 'Arsy dengan dibantu oleh Malaikat Jibril untuk memindahkan bebatuannya yang sangat berat (bahkan tidak sanggup dipikul oleh 30 orang). Adam adalah orang pertama yang melakukan shalat dan tawaf di sana. Hal ini dilakukan terus-menerus oleh Adam hingga Allah SWT mendatangkan angin topan yang menyebabkan lenyapnya bangunan Ka'bah tersebut. Yang tersisa hanya fondasi dasarnya.
Dalam kitab Al-Ma'arif, Ibnu Qutaibah menerangkan bahwa sepeninggal Adam, yang memakmurkan dan membangun Baitullah atau Ka'bah adalah Nabi Shith, anak laki-laki Nabi Adam.

C. Nabi Ibrahim dan Ismail
Saat Ismail dalam proses pertumbuhan menjadi dewasa, Ibrahim sering menjenguknya dari Palestina. Suatu hari, Nabi Ismail diajak berdialog oleh Nabi Ibrahim, "Sesungguhnya Allah telah menyuruhku untuk melakukan sebuah pekerjaan." Ismail kemudian menyahut dengan kalimat, "Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah."
"Apakah engkau akan membantunya?" tanya Nabi Ibrahim.
Ismail menjawab, "Aku siap untuk membantu."
"Sesungguhnya Allah ta'ala telah memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini," tutur Ibrahim sambil menunjuk sebuah bukit yang kini menjadi Masjidil Haram.
Dikisahkan oleh Imam Thabari, Nabi Ibrahim dibantu malaikat (Jibril). Ibrahim bertanya kepada Jibril, "Apakah di tempat ini aku diperintahkan membangun rumah Allah itu?" Kemudian Jibril menjawab, "Benar di tempat itu!"
Setelah itu, jadilah fondasi yang pernah dibangun Nabi Adam yang merupakan petunjuk Allah lewat malaikat-Nya kembali ditemukan Nabi Ibrahim setelah berabad-abad lamanya tidak dipelihara (sepeninggal Nabi Shith, anak laki-laki Nabi Adam). Bahkan, telah menjadi tandus dan tiada tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim dan Ismail akhirnya membangun sebuah rumah di atas fondasi tersebut.
Ismail bertugas membawa batu dan Ibrahim yang menyusunnya. Ketika susunan batu semakin tinggi, Ismail membawakan sebuah batu untuk dipijak oleh Ibrahim. Batu inilah yang kemudian diabadikan dengan mama "Maqam Ibrahim". Ismail terus mengambilkan batu dan diberikan kepada Ibrahim. Kemudian, Ibrahim menyusun batu-batu tersebut dengan berpijak pada batu yang disediakan Nabi Ismail tadi.
Ketika Nabi Ibrahim dan Ismail sampai penyelesaian akhir dari sudut (rukun) bangunan Baitullah, dan hanya tinggal satu bagian lagi belum tertutup, Nabi Ibrahim kemudian berkata "Wahai anakku, ambillah satu batu yang memberikan daya tarik bagi manusia." Kemudian Ismail memberikan sebuah batu. Ibrahim berkata "Bukan batu seperti itu yang aku maksud." Ismail pun mencari lagi batu-batu yang istimewa seperti yang dipinta ayahnya. Saat Ismail sudah membawa batu temuannya, ternyata Nabi Ibrahim sudah memasangkan di bagian itu sebuah batu yang Ismail mengetahuinya. Kemudian, Ismail bertanya ke ayahnya, "Wahai ayahku, siapakah gerangan memberikan batu itu kepadamu?" Ibrahim kemudian menjawab, "Telah datang kepadaku Malaikat dari langit memberikan batu itu." Batu itulah kemudian dikenal dengan HajarAswad yang posisinya tepat di sudut (rukun) dekat pintu Ka'bah. Selesai membangun Ka'bah, Allah SWT menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 127-129.
Bangunan Baitullah yang dibuat oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memiliki tinggi bangunan 9 (sembilan) hasta, panjangnya dari Hajar Aswad hingga Rukun Syami adalah 32 hasta, lebarnya dari Rukun Syami ke Rukun Gharbi 22 hasta, panjang dari Rukun Gharbi ke Rukun Yamani 31 hasta, dan lebar dari Rukun Yamani ke Hajar Aswad adalah 20 hasta. Rukun yang dimaksud di sini secara harfiah artinya sudut atau pojok.
Nabi Ibrahim membuat pintu Ka'bah sejajar dengan tanah dan tidak dibuatkan daun pintunya. Pintu Ka'bah baru dibuat oleh Tuba Al-Humairi, seorang penguasa dari Yaman, dan pintunya ditinggikan dari tanah. Selain bangunan kotak Ka'bah, sejak Nabi Ibrahim telah dibentuk batu melingkar yang tidak ada rukun-nya. Batu melingkar inilah yang disebut Hijir Ismail. Ada yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim membangun Baitullah ini dalam usianya yang ke-100 tahun. Wallahu a'lam.

D. Pembangunan Ka'bah oleh Suku-suku Arab
Sepeninggal Nabi Ibrahim, dikisahkan Ka’bah pernah rusak dan pernah dibangun kembali oleh suku bangsa Amaliqah. Namun tidak banyak referensi yang menguatkan peristiwa ini sehingga tidak ada yang bisa menerangkan secara rinci ihwal bangunan Ka'bah pada masa ini.
Imam Mawardi menerangkan setelah dibangun oleh bangsa Amaliqah, dalam perjalanan waktu kemudian, Ka'bah terkena banjir besar dari dataran tinggi Mekah yang mengakibatkan rusaknya dinding Ka'bah meskipun tidak roboh. Suku Jurhum-lah yang kemudian membangunnya kembali seperti sedia kala dengan menambah bangunan di luar Ka'bah untuk penahan luapan air bila terjadi banjir kembali.
Setelah Bangsa Jurhum berlalu, Ka'bah kemudian sampai ke tangan Qushay bin Kilab. Ia adalah seorang pemuka dari suku bangsa Quraisy. Qushay-lah yang pertama kali membangun atap Ka'bah. Ia membuatnya dari kayu dum dan pelepah kurma. Sepeninggal Qushay, bangsa Quraisy mulai mengurusi Ka'bah. Bangsa Quraisy adalah suku bangsa dan keluarga dari Nabi Muhammad saw.
Ketika Rasulullah saw menginjak dewasa (35 tahun), ada seorang wanita membuat percikan api dari tungku yang mengakibatkan kebakaran pada bangunan Ka'bah. Bangsa Quraisy merobohkannya kemudian membangunnya kembali. Di saat akan memasang kembali Hajar Aswad, suku-suku kecil Bangsa Quraisy terlibat pertentangan, karena merasa paling berhak untuk mengambil tugas itu. Karena perselisihan tidak bisa diredakan, mereka bermusyawarah membuat sebuah kesepakatan siapa yang pertama kali masuk Baitullah dari pintu Bani Syaiba, dialah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad di bangunan Ka'bah.
Yang memenangi sayembara itu ternyata Muhammad (Rasulullah saw). Meskipun beliau yang berhak untuk meletakkan Hajar Aswad, beliau memutuskan untuk mengerjakan bersama-sama agar masing-masing suku Quraisy tetap merasa dihargai dan memiliki kewenangan yang sama.
Dari sinilah Muhammad dikenal sebagai pribadi yang bijaksana dan bisa dipercaya. Muhammad segera membentangkan kain yang semua ujungnya dipegang oleh para pimpinan Suku Quraisy. Hajar Aswad diletakkan di tengah-tengah kain dan dibawa bersama-sama. Kemudian Muhammad memasangkan Hajar Aswad tersebut ke tempatnya semula.
Saat itu, Bangsa Quraisy membangun enam tiang di dalam Ka'bah dengan posisi dua jajar. Atas usulan seorang tokoh, Hudzaifah bin Mughirrah, Ka'bah ditinggikan pada bagian pintunya. Mughirrah ingin agar bangunan Ka'bah dilengkapi dengan tangga dan hanya dimasuki oleh orang-orang yang disukai. Bila ada orang yang tidak disukai masuk Ka'bah, masyarakat bisa melemparinya dan berarti Ka'bah akan aman dan terbebas dari orang-orang yang tidak disukai oleh Bangsa Quraisy. Dari usul ini, kemudian ketinggian Ka'bah berubah dari 9 hasta menjadi 18 hasta.
Sejak masa pembangunan oleh Suku Quraisy, bangunan asli Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim mengalami penyempitan hingga bentuknya seperti yang kita lihat sekarang. Penyempitan itu terjadi di daerah Rukun Syami, sehingga membuat Hijir Ismail tidak lagi masuk dalam lingkaran Ka'bah. Hijir Ismail seolah-olah berada di luar bangunan Ka'bah. Hal ini dikuatkan melalui Hadits Nabii Muhammad saw.
Barangsiapa yang ingin melaksanakan shalat di dalam Ka'bah meskipun pintunya ditutup rapat, ia bisa melaksanakannya di dalam Hijir Ismail. Seperti yang diperintahkan Rasulullah saw kepada Siti Aisyah.

E. Pasca Zaman Nabi Muhammad SAW.
Pada zaman Dinasti Yazid bin Mu'awiyah, bangunan Ka'bah mengalami kebakaran lagi. Sampai datang musim haji tahun itu, Ka'bah belum direnovasi. Ketika kaum muslimin berkumpul di depan Ka'bah, Abdullah bin Zubair berpidato sambil meminta pendapat hadirin, "Apa yang harus kita lakukan dengan Ka'bah ini?" Kemudian Ibnu Abbas mengusulkan agar segera dirobohkan dan dibangun kembali. Namun, Ibnu Zubair menyanggahnya dengan kalimat, "Aku akan melaksanakan shalat istikharah." Setelah Ibnu Zubair shalat istikharah, barulah Ka'bah dirobohkan untuk dibangun kembali.
Diriwayatkan, ketika membongkar bangunan Ka'bah, Ibnu Zubair melihat ada batu-batu berwarna merah yang merupakan batu asli yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Batu-batu tersebut digambarkan seperti leher-leher unta. Selain itu, dalam penggaliannya ditemukan sebuah kuburan yang diyakininya sebagai kuburan Siti Hajar, ibunda Ismail.
Al-Azraqy juga meriwayatkan ada sebuah kejadian luar biasa pada saat itu, yaitu ketika Abdullah bin Mu'thi Al-Adawi meletakkan sebuah tongkat yang dipegangnya pada salah satu sudut Ka'bah, lalu seluruh sudutnya bergerak dan dindingnya bergetar hingga seluruh kota Mekah ikut bergetar. Orang-orang terkejut dan merasa cemas, namun Ibnu Zubair hanya mengatakan, "Saksikanlah!" Lalu, Ibnu Zubair membangunnya di atas fondasi yang telah ada sambil membuat dua pintu yang rata dengan tanah dan sejajar dengan pintu pertama.
Ibnu Zubair akhirnya menambahkan tinggi bangunan Ka'bah menjadi 27 hasta. Tebal dindingnya 2 hasta, di dalamnya dibuat tiga tiang penyangga, bukan enam seperti yang telah dibuat kaum Quraisy sebelumnya. Ibnu Zubair mendatangkan batu marmer dari Yaman dan dibuat ventilasi untuk lubang udara dan cahaya. Dibuat juga dua buah daun pintu sepanjang 11 hasta serta sebuah tangga kayu untuk naik ke atap Ka'bah. Dindingnya diberi wewangian dari za'faran serta menutupnya dengan kain (kiswah) yang dibuat oleh suku Qibthi (Mesir). Diriwayatkan bahwa Ibnu Zubair telah menghabiskan 100 unta untuk menyelesaikan pembangunan ini. Setelah selesai dibangun, Ibnu Zubair melaksanakan tawaf dan mengusap semua sudut bangunan Ka'bah yang baru. (HR Al Azraqy)
Sekitar tahun 1039 H, turun hujan lebat di kota Mekah. Banjir besar di Masjidil Haram tidak bisa dibendung lagi, bahkan sampai mengakibatkan dinding Rukun Syami runtuh. Atas perintah Sultan Murad Khan, kemudian Ka'bah dibangun kembali, dan selesai pada tanggal 2 Dzulhijjah 1040 H. Pembangunan ini memakan waktu enam setengah bulan. Inilah pembangunan Ka’bah terakhir hingga bentuknya seperti sekarang yang kita lihat. Pintunya dinaikkan ke atas, dan Hijir Ismail tetap berada di luar bangunan kotak Kab’bah.



Pembangunan Kabah Oleh Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s

Nabi Ibrahim shallallahu 'alahi wa sallam telah membangun Ka'bah al Musyarrafah atas perintah Allah, bangunannya dari batu, tingginya 9 hasta (4,5m), panjangnya dari arah timur 32 hasta (16 m), dari arah barat 31 hasta (15,5m), dari arah selatan 20 hasta (10m) dan dari arah selatan 22 hasta (11m).
Dia tidak membuat atap untuk Ka'bah, dia membuka dua pintu yang sejajar dengan tanah tanpa ada daun pintu yang menutup, dan membangun di utaranya anjang-anjang sebagai kandang untuk kambing Ismail, yaitu yang disebut dengan Hijir, dan malaikat Jibril 'alaihissalam turun dengan Hajar Aswad dan Ibrahim meletakkannya di tempatnya.
Pembangunan Kabah Oleh Kaum Quraisy
Disebutkan dalam buku-buku sejarah bahwa seorang wanita meng'asapi Ka'bah dengan dupa, maka percikan api dari tempat membakar dupa yang dia bawa terbang sehingga membakar kiswah Ka'bah, dan datanglah banjir besar yang masuk ke Ka'bah, sehingga temboknya pecah, kaum Quraisy ketakutan menghadapi hal ini dan bertekad untuk memperbaharui bangunan Ka'bah, hal itu terjadi 6 tahun sebelum diutusnya Nabi shallallahu talahi wa sallam.

Mereka mensyaratkan bahwa tidak boleh memasukkan hada haram dalam bangunan Ka'bah, namun mereka kehabisan hada yang halal untuk menyelesaikan bangunan Kabah, maka mereka mengurangi bangunan ka'bah dari arah Hijir sepanjang 6 hasta dan sejengkal (3 meter lebih sedikit).

Mereka melingkarinya dengan tembok pendek agar orang-orang berthawaf dari belakangnya. Mereka membuat beberapa perubahan: menambah tingginya sampai 19 hasta (9m), membuat atap untuknya yang sebelumnya tidak beratap, membuat pancuran atap dari kayu, menutup pintu yang di arah barat. meninggikan Pintu Timur dari tanah, sehingga mereka rnemperbolehkan masuk siapa yang mereka kehendaki dan melarang siapa yang mereka kehendaki, dan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam turut serta dalarn pembangunan Kabah, beliau ikut mengangkat bebatuan dan tatkala mereka usai dari pembangunan dan hendak meletakkan Hajar Aswad, terjadi pertengkaran di antara Quraisy, setiap kabilah ingin mendapatkan kemuliaan meletakkan Hajar Aswad di tempat, akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan penengah di antara mereka orang pertama yang masuk ke Masjidil Haram, dan ternyata yang pertama masuk adalah Nabi shallallahu 'alahi wa sallam maka beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tengah kain selendang dan menyuruh setiap kabilah untuk memegang ujung-ujungnya, maka mereka mengangkatnya dan Nabi shallallahu 'alahi wa sallam meletakkannya di tempatnya semula. Dengan cara itu Nabi shallallahu 'alahi wa sallam memutuskan pertikaian yang hampir memecah belah Quraisy serta akan membahayakan kehidupanbanyak orang dari mereka.


Pembangunan Kabah Oleh Abdullah Bin Zubair r.a
Di tahun 64 H/ 683 M Yazid bin Mu'awiyah mengirim pasukan dengan pimpinan Hushain bin Namir untuk memerangi AbduIlah bin Zubair, maka mereka mengepung Mekah dan melemparinya dengan manjaniq sehingga berdampak kepada bangunan Ka'bah, bangunannya terbakar dan tembok-temboknya rusak, dan setelah 27 hari dari masa pengepungan Yazid wafat, maka pasukannya kembali ke Syam dan tidak memasuki Mekah, dan kekuasaan di Mekah berada di tangan ibnu Zubair, maka dia memutuskan untuk merenovasi bangunan Ka'bah dan mengembalikannya di atas pondasi-pondasi Ibrahim 'alaihissalam, untuk mewujudkan apa yang diidamkan oleh Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam, di mana dia mendengar bibinya (Aisyah) berkata bahwa Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata kepadanya: "Andai saja kaummu tidak baru saja meninggalkan kejahiliyaah, niscaya aku akan memerintahkan supaya Ka'bah itu dibongkar, maka aku akan memasukkan ke dalamnya apa yang telah dikeluarkan darinya dan aku akan menyejajarkannya dengan tanah, dan aku akan jadikan untuknya pintu di timur dan pintu di barat, dan dengannya aku telah mengembalikannya kepada pondasi Ibrahim"

Oleh karena itu Ibnu Zubair memasukkan ke dalam Ka'bah apa yang telah dikeluarkan oleh kaum Quraisy sepanjang 6 hasta sejengkal, dan dia menjadikan untuknya dua pintu sejajar dengan tanah, satu di arah barat dan satu lagi di timur, dan dia menambah di ketinggiannya 27 Hasta (13,5m)

Pembangunan Kabah Oleh Hajjaj Bin Yusuf
Bangunan Ibnu Zubair tidak berdiam terlalu lama. di mana Abdul Malik bin Marwan mengirim bala tentara yang besar ke Mekah dengan pimpinan Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafi, maka diapun menguasainya dan membunuh Ibnu Zubair, dan dia menulis surat kepada Kholifah Umawi Abdul Malik bin Marwan melaporkan bahwa lbnu Zubair telah menambah bangunan Ka'bah yang bukan termasuk darinya, maka diizinkan baginya untuk memperbaiki bangunan Ka'bah dan mengembalikannya seperti pada zaman Quraisy, maka Hajjaj merenovasinya di tahun 74 H/693M, dia menutup pintu yang di arah barat, dan meninggikan pintu timur, membongkar tembok bagian utara dan mengeluarkan dari bangunan Ka'bah 6 hasta lebih sejengkal ke arah Hijir Ismail, dia tidak merubah tingginya, sebagian riwayat menyebutkan bahwa Abdul malik bin Marwan tatkala mengetahui bahwa lbnu Zubair bersandar dalam pembangunannya atas dasar hadits Aisyah radhiyallahu 'Anha maka dia menyesal karena telah memberikan izin kepada Hajjaj untuk merubah bangunan Ka'bah.

Pembangunan Kabah Zaman Sultan Murad Khan al Utsmani
Di masa SuIthan Murad Khan Al Utsmani bangunan Ka'bah rusak disebabkan hujan deras dan banjir yang menggenangi Masjidil Haram sehingga mencapai ketinggian setengah tembok Ka'bah, maka dia memerintahkan untuk merenoyasi bangunan Kabah di tahun 1040 1630 M seperti semula, dan Ini adalah pembangunan Ka'bah terakhir dengan bentuknya yang tetap sampai sekarang. Para khalifah, pemimpin dan para gubernur sepanjang masa senantiasa memperbaiki kerusakan yang terjadi di Ka'bah. dan pada tahun 1417H Khadimul Haramain Raja Fand bin Abdul Aziz rahimahullah mengeluarkan perintah untuk merenoyasi dan merehab bangunan Ka'bah secara menyeluruh, maka dikerjakanlah pengkokohan pondasi-pondasi, perbaikan list pinggiran bagian bawah Ka'bah, dan gelang-gelang untuk mengikat kiswah, serta penggilapan tembok luar, menambal celah-celah di antara batu-batunya, dan mengganti dua atap Ka.bah dengan dua atap dari besi

Rangkaian Pembangunan dan Renovasi Kabah dari Masa ke Masa




- See more at: http://www.rumahallah.com/2012/11/sejarah-pembangunan-kabah-dari-awal.html