Umar bin Khattab bin Nafiel bin
Abdul Uzza atau
lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah
seorang sahabat Nabi Muhammad S.A.W. yang juga adalah khalifah kedua Islam
(634-644). Umar juga merupakan satu di antara empat orang Khalifah yang
digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk atau yang sering disebut
sebagai Khulafaur Rasyidin (sumber : Wikipedia)
Sebelum Umar masuk Islam, Rasulullah
pernah berdoa,
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan
salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau
Abu Jahal bin Hisyam”.
Dan ternyata doa Rasulullah diijabah
Allah, SWT dengan masuk Islamnya Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab adalah seorang yang
terkenal kuat, tegas dan berbadan tinggi besar. Hingga cukup ditakuti oleh
kaumnya. Umar sempat bersikap kasar kepada kaum muslimin sebelum Umar masuk
islam. Meski perangainya yang buruk ketika dalam kekafiran namun Allah
berkehendak lain, ternyata Allah memilih Umar untuk membantu Rasulullah dalam
perjuangan dakwah yang begitu sulit. Sehingga Umar masuk Islam dan berkorban
jiwa dan harta untuk kemenangan dakwah.
Selain itu Umar juga adalah sosok
yang jujur dan cerdas, hal ini terbukti ketika harus mendapatkan pelajaran atau
pengajaran dari Rasulullah tentang Islam, beliau yang karena
kesibukannya, beliau menerapkan sistem bergiliran ke majelis Rasulullah Saw.
Bagi yang datang ke majelis Rasulullah mengajarkan kepada yang tidak datang.
Sehingga beliau tetap dapat mempelajari Islam meskipun tidak datang ke majelis
Rasulullah.
Di masa kepemimpinan beliau banyak
sekali hikmah yang dapat diambil serta dijadikan tolok ukur bagi kita yang
ingin menjadi pemimpin yang ideal. Umar merupakan pribadi yang teguh pada
prinsip terutama terhadap aturan-aturan Islam. Prinsip yang selalu dipegangnya
yaitu :
- Bila engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
- Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
- Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
- Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
- Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
- Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.
Dengan prinsip-prinsip yang dipegan
beliau tersebut selalu menjadi pedomannya di dalam menjalani berbagai aspek
kehidupan, terutama di dalam menjalankan pemerintahannya selama menjadi
khalifah. Seorang Umar yang pemberani dan keras, sehingga ditakuti dan disegani
baik kawan maupun lawan, hanya takut pada satu hal yaitu melanggar aturan
Islam. Oleh karena itu Umar selalu berhati-hati di dalam kepemimpinannya,
jangan sampai ia berlaku tidak adil dan mendzalimi rakyatnya.
Disamping ia bekerja dari pagi
hingga petang untuk urusan negeri, di malam hari setelah Shalat Isya beliau
selalu berkeliling untuk melihat kondisi kota, jalan-jalan, serta lingkungan
sekitarnya, apakah pembangunan maupun lingkungan yang berada di wilayah negerinya
telah berjalan dengan baik atau tidak. Beliau seringkali berkeliling dalam
keadaan menyamar, agar penduduk tidak dapat mengenalinya dan tidak memberikan
perlakuan khusus terhadapnya. Selain untuk bersilaturahmi, ia akan selalu
bertanya kepada mereka, apakah selama pemerintahan Umar telah berlaku adil atau
tidak. Apabila di dalam penyelidikannya menemukan ketimpangan atau ketidak
adilan, maka keesokan harinya ia akan segera menanggapi hal tersebut.
Dengan melakukan peninjauan langsung
tersebut, ia dapat melihat kinerjanya sebagai pemimpin, maupun kinerja
pegawainya di dalam menyalurkan zakat maupun pelaksanaan pembangunan. Jika ia
menemukan kesalahan pada peraturan yang ia buat, maka peraturan itu akan
langsung diperbaiki dengan yang lebih baik, sedangkan jika kesalahan yang
ditemukan merupakan kesalahan bawahannya, beliau akan langsung memberikan
teguran, bila perlu ia akan menghukum bawahannya apabila kesalahan tersebut
dianggap fatal bila terkait dengan kemaslahatan umat.
Pernah pada suatu ketika Umar bin
Khatab bersama sahabat sekaligus ajudannya yang bernama Aslam, berjalan diwaktu
mendekati tengah malam saat meninjau kotanya, Umar mendengar tangisan
anak-anak. Ia pun mencari dan berhenti di rumah dimana ia mendengarkan tangisan
anak-anak tersebut. Umar pun mengetuk pintu rumah itu, dan tak lama pemilik
rumah yang ternyata seorang wanita membukakan pintu. Lalu Umar mengucapkan
salam dan Tuan rumah menjawab salamnya.
Umar memperkenalkan dirinya sebagai
seorang pengembara yang ingin bertamu untuk menumpang beristirahat sebentar dan
akan melanjutkan perjalanannya kembali. Mendengar hal tersebut, sang pemilik
rumah pun mempersilahkannya, ia lalu “Jika Tuan ingin bertamu, silahkan saja.
Tetapi saya hanya dapat memberikan ada minuman saja, tetapi tidak ada makanan
yang dapat saya berikan, karena kami sangat miskin”. Umar pun menjawab, “tidak
apa-apa, saya hanya menumpang duduk sebentar saja untuk melepas penat”.
Tangis sang anak terus terdengar dan
mengusik hatinya untuk bertanya. Umar pun berkata, “anak-anak itu menangis
karena apa?”. Wanita itupun berkata, “Anak-anak itu lapar, sepanjang hari belum
ada maka, mereka sedang menunggu saya yang sedang memasak”. Umar pun
memperhatikan panci yang dipergunakan wanita itu, dan merasakan ada keanehan,
dan ia pun bertanya “apa yang anda masak, sepertinya tak lazim untuk kulihat?”.
“Saya sedang memasak batu”. Umar pun terkejut lalu bertanya” untuk apa anda
memasak batu itu, bukankah itu tidak dapat dimakan?”. Wanita itu pun menjawab,
kami ini sangat miskin dan saat ini tidak punya apa-apa. Gandum sudah habis,
tidak ada lagi yang mau dimasak. Saya terpaksa memasak batu ini untuk menghibur
anak-anak, sehingga anak itu tertidur. Selama ini, Umar sang Amirul Mukminin,
hanya sibuk terhadap urusannya, ia tidak mau memperhatikan rakyatnya secara
langsung”.
Mendengar ucapan wanita itu, Aslam
ingin memberi tahukan bahwa yang datang adalah Amirul Mukminin, Umar bin
Khattab. Akan tetapi Umar langsung menahan sebelum Aslam menjelaskan hal
tersebut. Umar langsung minta diri kepada sang ibu untuk melanjutkan
perjalanannya. Seketika Umar sambil menitikkan air mata langsung berjalan
dengan sangat terburu-buru malam itu juga menuju gudang penyimpanan bahan
makanan di baitul maal (rumah zakat). Dan langsung memikul karung besar
berisikan gandum dan seember daging untuk dibawa menuju rumah tadi.
Aslam yang melihat Umar memikul
karung yang cukup berat, ia meminta agar Umar menyerahkan kepadanya untuk
dipikul. Mendengar hal itu Umar menolak, dan berkata dengan nada keras “Ini
adalah tanggung jawab dan dosaku, sudah sepantasnya aku memikulnya dan
membawanya sampai ke tujuan. , jangan kau jerumuskan aku ke dalam neraka.
Mungkin saat ini engkaubisa menggantikanku mengangkat karung gandum ini, tetapi
apakah kau mau memikul beban di pundakku ini kelak di Hari Pembalasan di muka
Allah kelak? Padahal aku tidak akan sanggup memikul hukumanku pada saat itu”
Aslam pun terdiam dan hanya bisa melihat Umar memikul karung dan memegang ember
berisi daging tadi dengan nafas yang terengah-engah sampai ke rumah tadi hanya
berjalan kaki.
Sesampainya Umar di depan rumah
wanita itu, ia pun mengetuk pintu lalu menyampaikan bahwa ia membawakan gandum
dan daging untuk diberikan padanya. Sang wanita pun menangis karena terharu dan
berterima kasih, ia mempersilahkan Umar dan ajudannya untuk masuk dan ketika
akan mengambil barang bawaan Umar, Umar pun berkata, “biarkan aku yang
memasakkannya untuk kalian semua, karena sesungguhnya kamu telah kelelahan dari
pagi hingga malam ini belum juga makan” lalu Umar pum memasak gandum dan daging
tersebut untuk mereka. Setelah semuanya masak, sang ibu pun membangunkan
anaknya untuk segera makan. Anak-anak itu langsung makan dengan lahapnya karena
mereka benar-benar lapar. Tak lama setelah selesai makan, anak itu kembali
tertidur dalam keadaan perut sudah kenyang.
Dengan penuh suka cita sang wanita
kembali mengucapkan terima kasihnya kepada Umar, dan berkata “sungguh mulianya
hati tuan, telah membawakan gandum kepada kami. Dan bolehkah saya bertanya,
siapakah nama tuan”, Umar pun menjawab, “Namaku Umar Bin Khatab dan ini
sahabatku Aslam”. Serta merta wanita itu terkejut dan meminta maaf “Maafkan
saya wahai Amirul Muknimin karena telah lancang kepada anda”. “Anda tidak perlu
meminta maaf, karena kesalahan pada saya dan seharusnya saya yang meminta maaf
kepada anda” ujar Umar.
Tak lama Umar pun permisi untuk
pulang. Dan keesokan harinya ia memanggil bawahannya yang mengurus wilayah
tempat tinggal wanita tadi, lalu memberikan teguran kepada mereka agar lebih
teliti dalam mendata masyarakat, jangan sampai ada yang terlewatkan. Sehingga
zakat yang telah terkumpul dapat tersalurkan dengan baik.
Melihat kisah Umar bin Khattab di
atas dapat kita renungkaan, bahwa Umar sebagai pemimpin mendedikasikan sebagian
besar waktunya untuk kemaslahatan umat. Ia bukan hanya menjalin silaturahmi
kepada lingkungannya saja, akan tetapi seluruh lapisan masyarakat. Ia
berkeliling meninjau wilayahnya bukan hanya sesekali, justru sangat sering
melakukannya.
Karena kebiasaannya meninjau
langsung akhirnya mempertemukan Umar dengan calon menantunya yang merupakan
pertalian kepada keturunannya Umar Bin Abdul Aziz. Dikisahkan pada suatu malam
Umar bin Khattab berkeliling memantau keadaan rakyatnya. Di masa itu, Umar bin
Khattab telah memberlakukan aturan yang melarang rakyat untuk mencampur susu
dengan air. Karena hal itu sangat merugikan produsen yang berlaku jujur. Dan
ketika ia berkeliling, tibalah ia pada suatu rumah yang ternya milik penjual
susu. Terdengar olehnya pembicaraan Ibu dan anak yang bersiap-siap untuk
mengemas susu untuk dijual keesokan hari.
Si ibu berkata"Anakku,
campurkan air ke dalam susu itu agar jumlah takarannya banyak,". Anaknya
menjawab “Ibu, bukankah Khalifah Umar telah mengeluarkan larangan untuk
mencampur susu dengan air ?". Sang ibu pun berujar "Biarkan saja, Amirul Mu'minin tidak akan tahu, di sini kan hanya ada kita berdua, dia tidak
melihat maupun mendengar kita melakukan hal ini". "Wahai ibu,
bukankah Allah SWT Maha Melihat dan Maha Mendengar? Meski Khalifah tidak tahu,
bukankah Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu?” sahut anaknya. “Maafkan
ibu anak,sesungguhnya ibu telah khilaf. Ibu bersyukur memiliki anak yang
shalehah seperti dirimu” ujar si ibu.
Mendengar hal tersebut Amirul
Mukminin pun tertegun, ia bergumam di dalam hati “Sungguh terpuji hati anak
itu, siapakah dia? Dan di manakah ia berjualan?”. Umar pun dalam beberapa hari
terus memantau keluarga tersebut. Menurut riwayat Umar pun pernah membelinya
dan menguji kemurnian susu yang dijual oleh keluarga itu. Setelah
mempertimbangkan dengan masak-masak, Umar memanggil putranya, Ashim Bin Umar.
Umar lalu berkata, “Anakku, ketika aku ke suatu tempat, dan di sana aku
menemukan sebuah keluarga. Di keluarga itu ada seorang anak gadis yang sangat
jujur. Maka ayah berharap agar kamu untuk menikahinya, Insya Allahkamu
bersamanya dapatmelahirkan keturunan yang jujur dan adil”.
Singkat cerita, Ashim bin Umar pun
menyutujui menikahi wanita jujur tersebut. Dari pernikahan tersebut, lahirlah
anak perempun yang diberi nama Ummu Ashim. Ketika dewasa Ummu Ashim dinikahi
seseorang yang bernama Abdul Aziz bin Marwan, yang kemudian dari pernikahan
mereka lahirlah Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz dilantik menjadi
khalifah dari tahun 99 H hingga 101 H. Ketika beliau diberi amanah menjadi
Khalifah ia menangis dan tak lama kemudian pingsan. Ketika siuman sahabat dan
masyakat bertanya mengapa hal itu terjadi, ia pun menyatakan, bahwa beban
kewajiban bagaikan ribuan gunung yang diletakan kepundaknya, padahal untuk
mengurus diri sendiri pun ia merasa belum mampu. Begitu takutnya beliau jika
tidak dapat menjalankan amanah dengan baik, karena seluruh amanah yang diemban
akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT di hari pembalasan.
Begitu hati-hatinya Umar Bin Abdul
Aziz di dalam menjalankan pemerintahan. Ia menerapkan prinsip kejujuran serta
selalu bertanggung jawab.Rasa takutnya kepada Allah demikian besarnya, sama
halnya Umar bin Khattab leluhurnya. Rasa takut tersebut memotivasinya untuk
selalu jujur dan bekerja dengan jauh lebih baik.
Pada suatu ketika, pintu ruang kerja
Umar Bin Abdul Aziz diketuk di waktu malam yang cukup larut. Setelah tamu itu
,mengucapkan salam, dan dijawab olehnya, Umar pun bertanya “Siapa di luar?”.
Dan langsung mendapat jawaban “ ini aku anakmu Ayah”.Umar pun bertanya kembali
“Ada apa anakku”?, “Ada sesuatu hal yang ingin kubicarakan padamu ayah” sahut anaknya.
Kembali Umar bertanya “Engkau ingin membicarakan urusan apa? Urusan negara atau
urusan keluarga?”. “Tentu saja aku ingin membicarakan urusan keluarga” jawab
anaknya lagi dengan nada sedikit jengkel karena sang ayah tak kunjung
membukakan pintu”. Sang Khalifah pun berkata “Baiklah, tunggu sebentar”, lalu
ia pun segera mematikan pelita yang menyala sehingga ruangan pun menjadi gelap
gulita.
Ketika pintu dibuka dan anaknya
dipersilahkan masuk, anaknya terheran-heran dan bertanya kepadanya “Wahai ayah,
pelita di ruangan ini ayah padamkan, sehingga kita harus berbicara di dalam
keadaan gelap seperti ini?. Khalifah pun menjawab “Anakku, itu lah kenapa aku
bertanya kepadamu sebelum mengizinkanmu masuk, apakah urusan negara atau urusan keluaga? Dan engkau menjawabnya urusan keluarga, maka kumatikan saja pelita
ini”. “Mengapa pula seperti itu Ayah?” tanya anaknya lagi. Umar pun menjawab
“anakku, sesungguhnya pelita yang menerangi ruangan kerjaku ini merupakan
pelita milik negara. Sedangkan minyaknya dibiayai dari pajak negara. Tentunya
ayah harus mempergunakannya untuk keperluan negara saja, jika di ruangan ini
ada pelita milikku, tentu aku akan lebih memilih mempergunakan pelita milikku
sendiri”
Dari kisah Umar bin Khattab dan Umar
bin Abdul Aziz di atas dapat dipetik banyak hikmah yang patut jadi renungan
kita semua. Seorang Umar Bin Khattab tegas dan keras menegakkan aturan Islam,
tapi berjiwa lembut, dan takut terhadap murka Allah SWT. Umar Bin Abdul Aziz
merupakan pribadi yang lembut, tapi penuh kehati-hatian dan menjaga kejujuran
kerja. Kedua Umar di atas adalah sosok yang selalu menyalahi aturan-aturan
Islam. Mereka berdua telah menjadi Khalifah yang dapat menerapkan bahwa segala
tindak tanduk yang dilakukan di muka bumi ini selalu dilihat oleh Allah SWT.
Jika seseorang dapat menerapkan
prinsip yang takut melakukan ketidakjujuran, takut tidak adil, dan terutama
takut melanggar aturan Islam, Insya Allah seseorang itu ada pribadi yang teguh
dan dapat dipercaya, baik sebagai pekerja (karyawan) biasa, maupun sebagai
seorang pemimpin. Apakah anda dapat menjadi seperti mereka?
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar