a.
Asal-usul
Dinasti Bani Abbasiyah
Khilafah Bani Abbasyiyah adalah
penerus tongkat estafet perjuangan Islam dari khilafah bani Umayyah yang
berhasil mereka gulingkan pada tahun 750 M. Akar munculnya khilafah ini dimulai
dari tindakan propaganda Abbasiyah yang dimotori oleh Ibrahim (orang Bani
Abbas/saudara Saffah) yang mendapat dukungan dari pemuka khurasan bernama Abu
Muslim. Ditambah lagi kekuatan oposisi yang semakin solid serta pemegang kursi
pemerintahan bani Umayyah semakin melemah. Dari tindakan propaganda ini
akhirnya memunculkan perselisihan seru antara bani Umayyah dan bani Abbasiyah
yang diakhiri dengan jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah.
Dinasti Abbasiyah muncul juga
tidak bisa dilepaskan dari bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan
terhadap bani Umayyah di dalam sosial, politik dan administrasi. Orang-orang
Persia percaya kepada hak agung raja-raja (yang berasal dari Tuhan).
Kekhalifahan menurut mereka merupakan kekuasaan dari Allah. Hal ini nampak
jelas dalam ucapan al-Manshur yang menyatakan:“Innamaa Anaa Sulthaanullah fii
Ardlihii” (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya). Dengan
demikian, konsep khilafah dalam pandangannya merupakan mandat langsung dari
Allah bukan dari rakyat. Sistem kekhalifahan semacam ini sangat berbeda dengan
sistem kekhalifahan pada masa Khulafaur Rasyidun dimana kekhalifahan mereka
berasal dari rakyat.
Dinamakan khilafah Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah dari keturunan al-Abbas
paman Nabi Muhammad S.A.W.
b.
Sistem
Pergantian Kholifah
Sistem pemerintahan yang
diterapkan bani Abbasiyah masih sama dengan pendahulunya, bani Umayyah dengan
sistem kekuasaan absolutisme. Mereka mengangkat dan mengumumkan seorang atau
dua orang putra mahkota atau saudaranya sendiri untuk terus mempertahankan
kepemerintahan. Kebijakan menerapakan sistem seperti ini tentu saja menimbulkan
kecemburuan dan kebencian diantara sesama keluarga. Sebagai contoh, tatkala
al-Manshur naik tahta, dia mengumumkan Mahdi sebagai putra mahkota pertama dan
menunjuk Isa ibn Musa, kemenakannya sebagai putra mahkota kedua. Saat itu juga
al-Manshur mengasingkan Isa sama sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah
pertama al-Shaffah.
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam mengangkat Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas sebagai khalifah mereka yang pertama walaupun masih ada Abu Ja’far (al-Manshur) yang nantinya akan menjadi khalifah yang kedua. Kekhalifahan bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang sangat panjang dan pada periode pertama (750 – 848 M) tercatat kurang lebih 10 khalifah yang memimpin dengan silsilah keturunan sebagai berikut :
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam mengangkat Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas sebagai khalifah mereka yang pertama walaupun masih ada Abu Ja’far (al-Manshur) yang nantinya akan menjadi khalifah yang kedua. Kekhalifahan bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang sangat panjang dan pada periode pertama (750 – 848 M) tercatat kurang lebih 10 khalifah yang memimpin dengan silsilah keturunan sebagai berikut :
1. Saffah
ibn Muhammad (132 H/750 M)
2. Abu
Ja’far al-Manshur ibn Muhammad (136 H/754 M)
3. Mahdi
ibn al-Manshur (158 H/775 M)
4. Hadi
ibn Mahdi (169 H/785M)
5. Harun
al-Rasyid ibn Mahdi (170 H/786M)
6. Amin
ibn Harun (193 H/804 M)
7. Ma’mun
ibn Harun (198 H/813 M)
8. Mu’tashim
ibn Harun (218 H/833 M)
9. Watsiq
ibn Mu’tashim (227 H/842 M)
10. Mutawakkil
ibn Mu’tashim (232 H/848 M)
Dalam perkembangannya, di bawah
khalifah Saffah, ibu kota negara berada di kota Anbar dekat kufah dengan istana
yang diberi nama al-Hasyimiyah. Namun demi menjaga stabilitas negara yang baru
berdiri itu akhirnya pada tahun 762 M al-Manshur memindahkan ibu kota negara ke
Baghdad dengan istana al-Hasyimiyah II. Dengan demikian, pusat pemerintahan
daulah Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Diantara langkah-langkah yang
diambil al-Manshur dalam menertibkan pemerintahannya antara lain :
1. Mengangkat
pejabat di lembaga ekskutif dan yudikatif.
2. Mengangkat
wazir (menteri) sebagai koordinator departemen. Dan wazir pertama yang
diangkatnya adalah Khalid ibn Barmak berasal dari kota Balkh Persia
3. Mengangkat
sekretaris negara dan kepolisian negara dan membenahi angkatan bersenjata
4. Memaksimalkan
peranan kantor pos. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku
gubernur setempat kepada khalifah.
5. Berdamai
dengan kaisar Constantine V, dan selama gencatan senjata, Bizantium membayar
upeti tahunan.
Kalau dasar-dasar pemerintahan
daulah Abbasiyah diletakkan oleh Shaffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan
dari dinasti ini berada pada beberapa khalifah sesudahnya. Popularitas daulah
Abbasiyah mencapai klimaks kesuksesan adalah pada masa pemerintahan khalifah
Harun al-Rasyid dan puteranya al-Ma’mun.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik yang ada, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode dengan karakteristik yang berbeda-beda pula :
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik yang ada, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode dengan karakteristik yang berbeda-beda pula :
1. Periode
pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama
2. Periode
kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama
3. Periode
ketiga, (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
4. Periode
keempat, (447 H/1055 M – 590 H/1194 M) masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh
Turki kedua.
5. Periode
kelima, (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.
c.Keberhasilan
Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material
dan immaterial
a). Bidang Material :
Pada zaman al-Mahdi, sebenarnya
perekonomian sudah mulai menggeliat dengan peningkatan di sektor pertanian,
melaluai irigasi dan peningkatan hasil pertambangan. Diantara prestasi-prestasi
yang berhasil diraih al-Mahdi antara lain:
1. Dia
membangun gedung-gedung sepanjang jalan menuju Makkah.
2. Masjid
Agung di Madinah diperbesar tetapi menghapus nama khalifah bani Umayyah, Walid
dari dinding masjid itu dan mengganti dengan namanya.
3. Membangun
tempat pelayanan pos antara Makkah dan Madinah kemudian Yaman yang berfungsi
sebagai tempat pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.
4. Membuat
benteng di beberapa kota khususnya Rusafa di bagian Baghdad Timur.
Popularitas daulah bani
Abbasiyah mencapai puncak peradaban dan kemakmurannya di zaman Harun al-Rasyid
(786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak, dimanfaatkan
Harun untuk keperluan sosial. Istana-istana besar, rumah sakit, lembaga
pendidikan, dokter dan farmasi didirikan. Bahkan menurut sebagian ahli sejarah
menyatakan bahwa sebenarnya Harun ingin menggabungkan laut tengah dengan laut
merah. Namun Yahya ibn Khalid (dari keluarga barmak) tidak menyetujui gagsan
itu. Pada masa al-Ma’mun menjadi khalifah, ia banyak mendirikan
sekolah-sekolah. Salah satu karya terbesarnya adalah pembangunan Bait
al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan
yang sangat besar
Baghdad, kota kuno yang
didirikan oleh orang-orang Persia, merupakan tempat perdagangan yang kerap kali
dikunjungi oleh pedagang dari India dan Cina. Para Insinyur, tukang batu, dan
para pekerja tangan didatangkan dari Syiria, Bashra, Kufa untuk membantu
didalam memperindah kota. Bahkan di daerah pinggir kota ini sudah terbagi
menjadi empat bagian pemukiman yang masing-masing mempunyai seorang pemimpin
yang dipercaya untuk mendirikan pasar di pemukimannya. Demikianlah di zaman
Abbasiyah pertama. Baghdad menjadi kota terpenting di dunia sebagai sentral
perdagangan, ilmu pengetahuan dan kesenian. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan
lain semakin bertambah banyak dan menjadi hal menarik dalam kesenian muslim.
Bidang Imaterial :
Kemajuan yang dicapai dinasti
Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan sain (Harun Nasution, 2001:65-69).
Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini mencakup:
a. Ilmu
Hadits
Tokohnya: Al-Bukhori dengan
kitabnya al-Jam’i al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim dengan kitabnya Shahih
Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i.
b. Ilmu
Tafsir
Tokohnya: Ibnu Jarir Ath Thabari
dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsir al- Qur’an sebagai pegangan pokok bagi
mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar al-Ashfahani dengan
tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya Al-Muqthathaf.
c. Ilmu Fiqih
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar, Malik dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqh al-Akbar fi al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar, Malik dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqh al-Akbar fi al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
d. Ilmu
Tasawuf atau Mistisisme Islam
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab Ahl al-Tasawuf, Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim al- Qusyairi dengan karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab Ahl al-Tasawuf, Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim al- Qusyairi dengan karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.
e. Ilmu
Kalam atau Theologi
Tokohnya seperti Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.
f. Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
Tokohnya seperti Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.
f. Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
g. Ilmu Sastra
Tokohnya: Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya seperti ilmu al-Qori’ah, ilmu Bahasa, dan Tata Bahasa. Di antara ilmu yang menarik pada masa dinasti Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal dari Persia maupun Spanyol.
Tokohnya: Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya seperti ilmu al-Qori’ah, ilmu Bahasa, dan Tata Bahasa. Di antara ilmu yang menarik pada masa dinasti Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal dari Persia maupun Spanyol.
Dari gerakan ini muncul para
filosof Islam, seperti:
a. Al-Kindi (185-260 H/801-873
M)
Al-Kindi lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan al-Qifti menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri, sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240 meteorology, dimensi, benda-benda pertama, dan spesies tertentu logam dan kimia.
Al-Kindi lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan al-Qifti menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri, sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240 meteorology, dimensi, benda-benda pertama, dan spesies tertentu logam dan kimia.
b. Al-Razi (251-313 H/865-925 M)
Nama latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya antara lain: Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafiyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab al-Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.
Nama latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya antara lain: Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafiyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab al-Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.
c. Al-Farabi (258-339 H/870-950
M)
Di Barat dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/ Transoxania). Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’ bayn Ra’y al-Hakimayn, Fushush al-Hikam, dll.
Di Barat dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/ Transoxania). Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’ bayn Ra’y al-Hakimayn, Fushush al-Hikam, dll.
d. Ibn Sina (370-428 H/980-1037
M)
Nama latin Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli filsafat dan kedokteran, beliau juga memiliki karya dalam bidang logika, matematika, astronomi, fisika, mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab al-Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, dll.
Nama latin Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli filsafat dan kedokteran, beliau juga memiliki karya dalam bidang logika, matematika, astronomi, fisika, mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab al-Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, dll.
e. Al-Ghazali
(455-507H/1059-1111 M)
Beliau bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya antara lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin, Qawaid al-‘Aqaid, Misykat al-Anwar, dll.
Beliau bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya antara lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin, Qawaid al-‘Aqaid, Misykat al-Anwar, dll.
f. Ibn Rusyd (520-595
H/1126-1198 M)
Di Barat namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat: Bidayatul Mujtahid, Faslul Maqal fi ma baina al-Hikmati was Syari’at min al- Ittisal, Manahij al-Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.
Di Barat namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat: Bidayatul Mujtahid, Faslul Maqal fi ma baina al-Hikmati was Syari’at min al- Ittisal, Manahij al-Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.
g. Ibn Bajjah (w. 533 H/1138 M)
Beliau lahir di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’, Tadbir al-Mutawahhid, dll.
Beliau lahir di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’, Tadbir al-Mutawahhid, dll.
h. Ibn Tufail (506-581
H/1110-1185 M)
Beliau lahir di Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.
Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni antara lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium (lembaga ilmiah yang melakukan penelitian dan pengajarannya sekaligus) di samping perpustakaan. Dengan kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti:
Beliau lahir di Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.
Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni antara lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium (lembaga ilmiah yang melakukan penelitian dan pengajarannya sekaligus) di samping perpustakaan. Dengan kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti:
a. Kedokteran
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
b. Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.241
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.241
c. Astronomi
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu Timur Lenk) menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu Timur Lenk) menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.
d. Matematika
Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
e. Optik
Tokohnya adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
Tokohnya adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
f. Fisika
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom) tahun 1121 M.
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom) tahun 1121 M.
g. Geografi
Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The Wonders of Lands), dll.
Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The Wonders of Lands), dll.
h. Sains
lainnya
Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir ibn Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).
Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir ibn Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).
d.
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Setelah kekuasaan bani Seljuk
berakhir, khalifah bani Abbasiyah berkuasa kembali dan titak lagi berada di
bawah pengaruh satu dinasti tertentu. Namun demikian, banyak dinasti-dinasti
kecil Islam yang independent. Wilayah kekuasaan bani Abbasiyah menyempit di
Baghdad dan sekitarnya yang menunjukkan pada kelemahan politik mereka. Keadaan
ini dibaca oleh tentara Mongol dan Tartar untuk menyerang Baghdad yang
akhirnaya bisa mereka kuasai.
Masa kemunduran bani Abbasiyah sebenarnya sudah dimulai sejak periode kedua. Namun karena khalifah yang berkuasa sangat kuat, benih kehancuran dinasti ini masih belum sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah yang berkuasa kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil yang hanya mendapatkan bayaran, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan sepenuhnya. Di samping kelemahan khalifah yang menjadi penyebab kemunduran, ada beberapa faktor lain yang menjadi sebab kemunduran khilafah bani Abbasiyah, antara lain:
Masa kemunduran bani Abbasiyah sebenarnya sudah dimulai sejak periode kedua. Namun karena khalifah yang berkuasa sangat kuat, benih kehancuran dinasti ini masih belum sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah yang berkuasa kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil yang hanya mendapatkan bayaran, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan sepenuhnya. Di samping kelemahan khalifah yang menjadi penyebab kemunduran, ada beberapa faktor lain yang menjadi sebab kemunduran khilafah bani Abbasiyah, antara lain:
1. Persaingan
Antar Bangsa
Dalam berdirinya khilafah bani
Abbasiyah, mereka lebih memilih bersekutu dengan bangsa Persia dari pada bangsa
Arab. Persekutuan ini disebabkan karena mereka sama-sama tertindas selama bani
Umayyah berkuasa. Di sisi lain, bangsa Arab beranggapan bahwa mereka lebih
istimewa dibandingkan dengan bangsa non Arab di dunia Islam. Pada waktu itu
tidak ada kesadaran untuk merajut elemen-elemen yang beraneka ragam tersebut
dengan kuat. Akibatnya yang muncul adalah fanatisme kearaban dan fanatisme
antar bangsa. Setelah al-Mutawakkil naik tahta, dominasi Turki dalam
kepemerintahan tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan khilafah bani Abbasiyah
sebenarnya sudah berakhir berganti ke tangan orang-orang Turki, bani Buwaih,
dan bani Seljuk.
2. Kemerosotan
Ekonomi
Khilafah bani Abbasiyah juga
mengalami kemunduran dalam bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran dalam
bidang politik. Walaupu periode pertama terbilang sukses perekonomiannya, namun
memasuki periode kedua mengalami kemerosotan. Pendapatan negara menurun,
sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan menyempitkan
wilayah kekuasaan mereka dan banyaknya kerusuhan yang mengganggu perekonomian
bangsa.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian semakin memburuk. Sebaliknya, perekonomian yang buruk semakin memperlemah kondisi polotik dinasti Abbasiayah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian semakin memburuk. Sebaliknya, perekonomian yang buruk semakin memperlemah kondisi polotik dinasti Abbasiayah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
3. Konflik
Keagamaan
Pada periode pertama sudah
bermunculan gerakan-gerakan keagamaan yang membuat beberapa khalifah waktu itu
merasa berang dan berusaha untuk memberantasnya. Al-Mahdi bahkan mendirikan
jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang zindiq dan melakukan mihnah
dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi semua itu tidak menghentikan
kegiatan mereka. Konflik di antara merekapun bermunculan. Mulai dari polemik
tentang ajaran sampai pada konflik bersenjata yang menumpahkan darah diantara
kedua belah pihak.
Konflik keagamaan tidak terbatas
antar muslim dan zindiq atau Sunni dengan Syi’ah, melainkan juga antar aliran
dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional, dituduh sebagai pembuat bid’ah
oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh
al-Ma’mun saat menjabat sebagai khalifah dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai
madzhab resmi dinasti Abbasiyah. Pada masa al-Mutawakkil, giliran golongan
salaf yang menjadi madzhab resmi, sementara Mu’tazilah dibatalkan.
4. Ancaman
dari Luar
Setidaknya ada dua Faktor
eksternal yang mempengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyah. Pertama, perang salib
yang berlangsung dalam beberapa gelombang yang menelan banyak korban. Kedua,
serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Begitu juga orang-orang
Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II
mengeluarkan seruan kepada umat Kristen Eropa supaya melakukan perang suci yang
lebih dikenal dengan sebutan perang Salib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar